XMsD68HnejBXABBaSiR3nl4DhiBV28OkDfbqDe4F

Darurat Pendidikan, Semoga Masih Ada Sedikit Terang Di Tengah Kegelapan Ini

Seratus hari Prabowo-Gibran tuai banyak masalah. Sehingga tagar #IndonesiaGelap dan #KaburAjaDulu ramai di sosial media-wujud kemarahan publik (Foto : Maheswara)

 Awal Kabinet Merah-Putih yang dikomandoi Prabowo-Gibran menuai banyak masalah dan kontroversi di masyarakat. Aksi yang bertajuk Jogja Memanggil  terhelat pada (20/02/25), merupakan wujud kemarahan dan keprihatinan publik akan realitas di tanah ini.

Aksi yang diawali long march sepanjang Parkiran Abu Bakar Ali hingga Gedung Agung ini, diwarnai teriakan dan pembentangan alat peraga, massa aksi menuntut pengambilan sikap serius atas ragam persoalan yang terjadi di masyarakat. Komponen massa aksi berasal dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, pekerja, hingga tenaga kependidikan. 

Salah satu isu yang disorot adalah kebijakan efisiensi anggaran di sektor pendidikan. Hal ini mengundang keprihatinan instrumen pendidikan dan tenaga pengajar. Ahmad Raditya, seorang civitas akademika dari Universitas Ahmad Dahlan, mengeluhkan situasi yang dihadapi akhir-akhir ini.


“Teriris hati saya melihat Indonesia semakin gelap. Semoga berdirinya disini dapat menyalakan sedikit lilin agar kegelapan ini tidak membuat orang bingung, pusing, dan tersesat,” teriaknya di hadapan massa aksi.


Massa aksi yang didominasi mahasiswa, menunjukkan kemarahan atas pengulitan pendidikan sebagai pengekangan konstitusi.


“Mahasiswa turun itu sangat baik karena mahasiswa merupakan ujung tombak perubahan Indonesia. Juga, mahasiswa telah dibiayai, disubsidi oleh pajak rakyat serta dari sumber lain yang dana asalnya dari masyarakat. Sehingga mereka dapat menyuarakan aksi dan suara-suara dari rakyat itu sendiri,” tambah Raditya, ketika mengingatkan bahwa biaya pendidikan berasal dari rakyat bukan segelintir golongan.


Keresahan yang dialami juga berasal dari realitas pendidikan, sebagai akumulasi persoalan yang bersifat multidimensional. Mulai dari sisi politik hingga ekonomi. Sehingga negara tidak dapat menjawab permasalahan yang ada, mengingat pengelolanya yang bermasalah.


“Mungkin karena sistem politik, atau mungkin sistem ekonomi. Pengorganisasianya sudah baik tapi dikuasai oleh orang yang korup,” keluhnya, atas kondisi pemangku kebijakan yang menjabat.


Dengan adanya aksi ini, Raditya berharap kepada para pejabat korup hingga seluruh elemen pemerintah untuk segera bertaubat, sebelum rakyat semakin muak dan meluapkan amarah yang lebih besar.


“Jadi saya berharap seluruh komponen pemerintah, yang mendukung dan didukung oleh untuk segera melakukan taubat massal dan taubat berjamaah. Sebelum rakyat marah dan mengejar.”


Ajmala Sholawatillah

Editor: Wisnu Yogi


Related Posts

Related Posts

Posting Komentar