XMsD68HnejBXABBaSiR3nl4DhiBV28OkDfbqDe4F

Aksi Jogja Memanggil: Suara Tulus Ibu Rumah Tangga

 

Suasana dalam aksi (Foto : Maheswara)


Kamis, 20 Februari 2025, Parkiran Abu Bakar Ali, Yogyakarta,  dipadati oleh para demonstran. Sekitar pukul 11.30 WIB, massa aksi mulai beranjak menuju Gedung Agung melewati Jalan Malioboro. Peserta aksi tidak hanya berasal dari para mahasiswa dan civitas akademik, namun ada juga terdapat banyak pedagang kaki lima dan ibu rumah tangga. Mereka yang tergabung dalam Aliansi Jogja Memanggil hadir untuk merespon berbagai kebijakan yang dinilai absurd. Salah satunya tentang pendistribusian gas elpiji yang berujung kelangkaan.

“Kelangkaan gas elpiji 3 kg disebabkan karena buruknya komunikasi publik yang dilakukan oleh menteri. komunikasi publik yang buruk menandakan bahwa mereka tidak kompeten untuk menjabat,” ucap Smanov selaku koordinator lapangan di antara gerombolan massa aksi.

Pada saat yang sama, kelangkaan gas elpiji 3 kg juga dirasakan oleh Inna, seorang ibu rumah tangga yang ikut hadir bersama para demonstran. Menurut Inna, sulitnya gas elpiji 3 kg menghambat kegiatannya untuk berdomestik.

“Sebagai ibu rumah tangga, saya bingung jika tidak memiliki gas elpiji 3 kg. Mau masak air bingung, mau masak sayur pun susah,” ucap Inna ketika dijumpai wartawan philosofisonline.id.

Inna menambahkan bahwa fenomena kelangkaan gas elpiji 3 kg, tidak hanya dirasakan oleh ibu rumah tangga saja. Akan tetapi banyak juga Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang mengalami kesulitan. 

Perempuan yang memakai pakaian serba biru itu sangat mendukung aksi kali ini. Baginya, ini bukan lagi persoalan yang mencakup di daerah, namun lebih dari itu

“Kita menyuarakan hak kita, menyuarakan hak rakyat, bukan hanya rakyat Jogja, bahkan seluruh rakyat Indonesia. Yang kita suarakan itu untuk rakyat Indonesia, itu seluruhnya, seluruh rakyat Indonesia.”

Selain sulitnya gas elpiji 3 kg, ibu rumah tangga ini juga menuntut pemerintah untuk menurunkan biaya pendidikan. Ia sadar betul bahwa ada dosen-dosen yang harus dibayar, namun Inna juga pesimis dengan pemotongan anggaran di bidang pendidikan. 

“Paling tidak (biaya) pendidikan dikasih murah. Kalau andaikan suruh bayar, jangan mahal-mahal. Kita tahu kita pakai tenaga dosen, beliau juga butuh biaya. Andaikan kita disuruh bayar pun jangan dimahalin,” tegas Inna siang itu. 

Inna merasa sangat tidak adil bagi rakyat kecil jika biaya pendidikan kian mahal. Pikirannya dibombardir dengan berbagai pertanyaan. 

“Orang tuanya yang pekerjaannya cuma serabutan, berusaha untuk menyekolahkan anaknya, terus biayanya tinggi. Itu gimana?” ucap Inna membuka tanya.

“Apakah hanya untuk membiayai anak yang sekolahnya top?” ia kembali bertanya.

“Terus biaya makan gimana?” lanjut Inna bertanya.

“Biaya sehari-hari gimana? Terus biaya yang untuk masyarakat itu gimana? Padahal sekarang PHK di mana-mana,” ucap Inna dengan nada pesimis. 

Inna berharap bahwa presiden terpilih, Prabowo Subianto, bisa membuat kebijakan yang lebih baik lagi. Tidak menyusahkan rakyat kecil. Ia juga menekankan untuk menangkap para koruptor dan penjudi online yang kian marak terjadi.


Iqbal Fauzi

Editor : Gilang Kuryantoro

Reporter : Wisnu Yogi Firdaus, Hisyam Billya Al-wajdi

Related Posts

Related Posts

Posting Komentar