Para PKL membentangkan poster keresahan mereka. (Foto: Andriana Maharani) |
Kamis,
21 Agustus 2024, sudut jalan Malioboro dipadati oleh massa aksi. Mereka tergabung
dalam aksi “Jogja Memanggil” untuk mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK),
soal syarat usia calon kepala daerah. Aksi tidak hanya diikuti oleh masyarakat dan
akademisi, namun juga ada suara dari Pedagang Kaki Lima (PKL).
PKL
yang tergabung pada Paguyuban Tri Dharma Teras Malioboro Dua, hadir tanpa
koordinasi khusus. Mereka mengaku bahwa partisipasi paguyuban pada aksi Jogja
Memanggil dilakukan secara sukarela.
"Infonya
tadi malam, dapat dari media sosial dan teman-teman mahasiswa. Jadi dari kami
datang karena kesadaran masing-masing,” ucap Supriyati, ketua Paguyuban Tri Dharma
Teras Malioboro Dua, ketika diwawancari awak Philosofisonline.id.
Sekitar
pukul 09.00 WIB, para PKL sudah memadati titik kumpul, Parkiran Abu Bakar Ali.
Mereka kemudian bersiap dan membaur dengan peserta aksi lain. Tak berselang
lama, para PKL yang memakai pakaian serba gelap itu, melakukan longmars dari
titik kumpul sampai Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Mereka kompak untuk menyuarakan
keresahannya selama masa Pemerintahan Jokowi.
“Selama
masa Pemerintahan Jokowi, terus terang untuk kami, para PKL, merasa sangat terdampak
dalam hal kesejahteraan. Akan tetapi dari pemerintah daerah apalagi pusat,
tidak turun (menangani). Bahkan aksi-aksi kami yang sempat ricuh juga tidak ada
uluran tangan dari pemerintah,” ucap Supriyati di tengah massa aksi.
Supriyati
menambahkan bahwa Paguyuban Tri Dharma Teras Malioboro Dua, menuntut pemerintah
untuk menjalankan konstitusi sebaik-baiknya.
“Yang
jelas nanti berdampak ke depannya, masa depan anak cucu juga. Kalau konstitusi
tidak dijalankan dengan baik dan benar, maka akan berdampak pada aspek kehidupan
lainnya.”
Massa
aksi mulai meninggalkan Titik Nol Kilometer Yogya sekitar pukul 15.30. Aksi berjalan
dengan damai.
Isna
Kusuma
Reporter:
Isna Kusuma dan Andriana Maharani
Editor:
Gilang Kuryantoro