Orasi peringatan 17 tahun Aksi Kamisan. (Foto: Wisnu Yoga) |
Kamis, 18 Januari 2024, Aksi Kamisan kembali di gelar. Hari itu, Aksi
Kamisan genap berumur 17 tahun. Sayangnya, penuntasan kasus pelanggaran Hak
Asasi Manusia (HAM) di masa lalu tidak kunjung mendapatkan titik terang. Aksi
yang tergelar di silang Monumen Nasional (Monas), tepatnya di depan istana
negara, berlangsung sejak pukul 15.00 WIB.
Dalam gelaran aksi, massa menuntut penuntasan kasus pelanggaran HAM.
Selain itu, mereka meminta para pelaku yang terindikasi dalam pelanggaran HAM,
tidak berkontestasi dalam pemilihan umum.
Tak lupa, massa aksi juga menagih keseriusan Jokowi dalam penuntasan
kasus pelanggaran HAM. Sebagaimana yang diutarakan oleh Suciwati, ketika Jokowi
mengikuti kontestasi pemilu, ia menjanjikan penuntasan kasus pelanggaran HAM
kepada para korban.
"Dia (Jokowi) hanya memanfaatkan para korban untuk pendulang
suara saja. Pelanggaran HAM yang telah terjadi di masa lalu, dijadikan sebuah
santapan dalam meraih tampuk kekuasan belaka,” ujar perempuan yang selalu
konsisten berdiri di depan istana negara setiap Kamis.
Tidak Seriusnya Negara dalam Menuntasankan Pelanggaran HAM
Pada 11 Januari 2023, negara mengakui telah melakukan pelanggaran
HAM Berat. Namun, sebuah pertanyaan besar muncul. Pasalnya beberapa kasus tidak
dimasukkan, salah satunya adalah peristiwa Tanjung Priok. Nurhayati, salah
seorang keluarga korban Tanjung Priok, menyesalkan peristiwa yang menimpa
ayahnya, tidak termasuk dalam pelanggaran HAM berat.
"Kami (korban kasus Tanjung Priok) sangat kecewa pada keputusan
negara, yang tidak memasukkan (kasus) Tanjung Priok, dalam daftar pelanggaran
HAM berat. Adanya pemilihan keluarga korban pada daftar mengisyaratkan bahwa
negara berusaha mengabaikan, bahkan melupakan kasus kami,” jelasnya.
Tidak seriusnya negara dalam penuntasan pelanggaran HAM berat, turut
disesalkan oleh Maria Catarina Sumarsih.
"Janji politik yang diikrarkan oleh beliau (Jokowi), hingga
kini tidak terpenuhi. Komitmen itu masih belum terealisasi hingga saat ini,”
ucap Maria dengan nada kesal.
Bahkan, ketika negara sudah mengakui sebagian kasus pelanggaran HAM
masa lalu, salah seorang pelaku masih dapat berkontestasi pada pemilihan umum
saat ini.
"Ketika negara telah memutuskan setidaknya 12 kasus, Prabowo
sebagai salah seorang pelaku, dan dalang pelanggaran HAM berat, sepatutnya
tidak layak berkontestasi dalam pemilihan umum".
Harapan Keluarga Korban
Massa aksi dalam peringatan 17 tahun Aksi Kamisan. (Foto: Wisnu Yoga) |
Melalui gerakan Aksi Kamisan yang sudah genap 17 tahun, harapan
keluarga korban agar pelaku diadili dan penuntasan kasus secara utuh, masih
urung terjadi. Ketika penguasa berkolusi dengan para terduga pelaku kejahatan
kemanusiaan, maka mereka telah mengkhianati cita-cita Reformasi. Pun, keluarga
korban juga tak kunjung mendapat kejelasan.
Keluarga korban menginginkan penyelesaian kasus secara yudisial.
Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 21 ayat (3) UU No. 26/2000 tentang
Pengadilan HAM, untuk membentuk tim ad hoc, serta meminta presiden
memerintahkan Jaksa Agung untuk menindaklanjuti berkas penyelidikan Komini
Nasional (Komnas) HAM.
Tidak sampai di situ saja, menjelang pemilu yang akan berlangsung.
Keluarga korban menegaskan akan membuat kontrak politik kepada siapapun
pemenangnya.
"Kami para keluarga korban, siapa pun yang memenangkan
kontestasi harus menekan kontrak politik. Supaya melaksanakan rekomendasi DPR
untuk orang hilang. Melalui kontrak politik itu, harapannya kami dapat menagih
janji politik tidak hanya ucapan manis belaka," pungkas Paian Siahaan.
Wisnu Yogi
Reporter: Wisnu Yogi
Editor: Zhafran Hilmy