Suasana ruang diskusi Revisi UU TNI. (foto: Dewa Saputra) |
Kamis, 4 Juni 2023, Lingkar Kajian Diskusi Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (LINKDEHAM) melaksanakan diskusi publik di Ruang KHD Dekanat FISHIPOL, UNY, dengan tajuk Revisi UU TNI Mengembalikan Dwi-Fungsi, Melanggar Konstitusi dan Mengkhianati Reformasi. Malam sebelum diskusi berlangsung, panitia mendapat pesan masuk dari nomor tidak dikenal yang mengatasnamakan perwakilan dari Markas Besar (Mabes) TNI. Mereka menghubungi dengan maksud untuk berkoordinasi dan memonitoring pelaksanaan diskusi.
Diskusi ini bermula dari keresahan bersama
menyoal rencana revisi UU TNI oleh penggiat di Lembaga Imparsial, Setara
Institue, Elsam, dan PBHI, serta LINKDEHAM. Aziz, selaku panitia mengungkap
revisi UU TNI akan memberikan ancaman terhadap hak-hak masyarakat sipil.
“Revisi UU TNI ini akan mengancam hak-hak
sipil dan juga mengancam agenda Reformasi. Dari hal tersebut (Revisi UU TNI:
Red) menjadi alasan kami mengadakan diskusi ini,” ucap Aziz di sela sesi
diskusi berlangsung.
Aziz dan panitia lain melihat bahwa Revisi
UU TNI akan menjadi gerbang awal kemunculan kembali Dwi-Fungsi TNI. Selain itu,
ada ketakutan tersendiri ketika Revisi UU TNI dilakukan akan melanggar
konstitusi dan mengkhianati Reformasi.
Malam sebelum pelaksanaan diskusi, salah
seorang panitia dihubungi oleh nomor tidak dikenal melalui pesan Whatsapp. Syifa,
panitia diskusi yang malam itu tidak hanya dihubungi lewat pesan Whatsapp,
tetapi juga telefon. Ia menyebut, orang yang menghubunginya adalah perwakilan
dari Mabes TNI.
“Malam itu saya lagi di jalan, terus waktu
saya cek notifikasi HP (Handphone: Red) ada pesan Whatsapp masuk dan kemudian
disusul oleh telefon. Saya lalu membuka pesan masuk yang isinya perkenalan diri
dengan nama A. Dia (penelefon: red) diutus dari Mabes TNI untuk koordinasi.”
kata Syifa waktu diwawancarai Wartawan Philosofis.
Merasa tertekan dan mendapat teror, Syifa
meneruskan pesan tersebut ke dalam grub Whatsapp panitia diskusi. Ia
meneruskannya dengan maksud untuk memberi tahu kepada panitia lain, agar
panitia lain juga turut membantu membalas pesan tersebut.
Syifa juga kebingungan dengan pesan yang
dikirim A padanya. Sebab, A mengaku, ia diutus langsung dari Mabes TNI pusat di
Jakarta untuk koordinasi dengan panitia acara diskusi yang diadakan LINKDEHAM.
“Awalnya saya membuka obrolan melalui
pesan chat Whatsapp, karena saya tidak berkenan ditelefon olehnya. A kemudian
memperkenalkan diri dan mengaku utusan langsung dari Jakarta untuk memonitor
acara diskusi besok (Revisi UU TNI: red). Terus minta share lokasi
diskusi juga,” ucap salah satu panitia di luar ruang diskusi.
Sebenarnya, panitia sudah mempersilahkan
untuk perwakilan Mabes TNI untuk datang langsung, sekalipun untuk monitoring,
karena sifatnya diskusi publik. Ia kemudian mempersilakan A untuk mendaftar dan
bergabung dengan peserta diskusi lainnya. Namun A menolak untuk mendaftar.
“Beliau (A, yang mengaku utusan dari Mabes
TNI: red) menolak untuk menuliskan nama dan instansinya. Nah, yang disinggung
(alasan menolak: red) adalah seragam dikenakan, mereka datang atas penugasan
tertutup katanya, kurang jelas juga maksud beliau itu apa” Syifa menjelaskan.
A, seorang yang berujar utusan dari Mabes
TNI menolak mendaftar melalui form yang diberikan oleh panitia. Ia berkata karena
masalah seragam yang dikenakan, sedangkan A tidak mengenakan seragam dan tidak
seperti instansi lain, ia kekeh tidak mendaftar. Selain itu, A berujar,
kegiatan monitoring yang ia lakukan secara tertutup dan tidak dijelaskan
kegiatan tertutup apa yang ia lakukan.
“Sepertinya, tadi bapaknya (perwakilan
dari TNI: red) juga datang, bisa dilihat sendiri kan? Tapi kayaknya udah pulang
sekarang,” Ucap Syifa di penghujung diskusi Revisi UU TNI.
Dewa Saputra
Reporter: Dewa Saputra dan Andi
Editor: Zhafran Hilmy
serem... dwifungsi abri reborn
BalasHapus