Seorang Mahasiswa yang tergabung dalam massa aksi berorasi di depan kantor Kemendikbudristek (10/02). Foto: Rachma Syifa |
Puluhan mahasiswa dari berbagai universitas berunjuk rasa di depan gedung Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), pada tanggal 10 Februari 2023, pukul 14.35 WIB. Unjuk rasa ini hadir sebagai bentuk solidaritas terhadap mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarata (UNY) yang menjadi korban tingginya Uang Kuliah Tunggal (UKT), akibat ketidaksesuain sistem UKT.
Sejumlah 15 orang mahasiswa UNY datang dari Yogyakarta bersama UNY Bergerak, Aliansi Pendidikan Gratis (Apatis), dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI). Kehadiran mereka bertujuan untuk menyampaikan keresahan dan kemarahan terhadap kebobrokan sistem penentuan UKT yang tidak sesuai dengan kondisi ekonomi mahasiswa, mengakibatkan banyak mahasiswa cuti hingga putus kuliah.
Rachmad Ganta, mahasiswa UNY yang juga massa aksi menuturkan aksi ini lantaran tidak ada pilihan yang dapat mereka lakukan agar aspirasi mereka didengar oleh kampus dan pihak kementerian.
“Maka kami gak punya pilihan lagi, kami sudah menyurati Nadiem dan Kemendikbudristek tapi sampai sekarang tidak ada tanggapan. Kami bersama UNY Bergerak akan melobi pihak kementerian sehingga kita bisa duduk bareng, karena kami yakin semisal cuma memberikan ini (surat tuntutan dan baju dansa) tanpa duduk bareng dengan kementerian maka kita bakal diabaikan aja. Jadi kita mau temuin. Kita duduk bareng dan ngobrol bahwa ada yang mau bunuh diri, jual aset, serta ada rektor yang melanggar Permendikbud No. 25 tentang kewajiban kampus merubah nominal UKT jika terjadi penurunan dan pengurangan pada mahasiswa,” ujar Ganta menyampaikan orasi.
Ia menambahkan bahwa statement rektor UNY yang ada di media seperti “akan kami jadikan anak asuh” tidak mencerminkan statement seorang rektor. Ia menegaskan bahwa mereka tidak butuh anak asuh, yang dibutuhkan adalah seorang rektor yang mengambil tindakan dan perbaikan tentang sistem UKT di UNY. Ia mengetahui bahwa sang rektor sedang berduka, tapi menurutnya cara terbaik dalam berduka bukan mengatakan duka itu di depan media namun memperbaiki agar hal tersebut tidak terjadi lagi.
Awalnya para peserta aksi dan awak media dilarang memasuki kawasan gedung Kemendikbudristek, namun setelah ada obrolan dengan pihak UNY Bergerak dan LBH Jakarta yang telah mengantongi izin maka mereka bisa melakukan orasi tepat di depan gedung A.
Massa aksi diadang kala hendak memasuki kantor Kemendikbudristek (10/02/23). Foto: Rachma Syifa |
Pukul 15.01 WIB, massa aksi kembali melakukan orasi diawali oleh perwakilan dari mahasiswa UNY dan ditutup dengan menyanyikan mars secara bersama-sama oleh massa aksi.
“Saya menyatakan bahwa permasalahan pendidikan merupakan masalah yang urgensi di Indonesia. Ketika pendidikan gratis dan bisa ditanggung oleh negara maka akan membawa kemajuan bangsa ini,” ujar Bibar dari SMI dalam menyampaikan orasinya.
Pernyataan tersebut sejalan dengan tuntutan massa aksi yang menyatakan bahwa saat ini pendidikan di Indonesia hanya dijadikan ladang bisnis dan didukung oleh negara dengan hadirnya peraturan PTN-BH.
Aksi dilanjutkan kembali pada pukul 15.31 WIB, dengan persembahan pemberian gaun dansa untuk seluruh elemen di Kemendikbudristek. Pemberian gaun dansa ini merupakan wujud kekecewaan massa aksi atas sikap diam yang dilakukan oleh Nadiem Makarim dan seluruh pihak Kemendikbudristek terkait permasalahan UKT yang telah dibahas di seluruh Indonesia.
Sembari menenteng baju dansa dan diselingi pembacaan surat oleh seorang mahasiswa yang tergabung dalam aliansi UNY, “Semua ini ditujukan kepada Menteri Pendidikan, Riset, Kebudayaan dan Teknologi. Menteri yang bertanggungjawab atas pendidikan dan perguruan tinggi seantero Indonesia,” ucapnya di depan kantor Kemendikbudristek.
Dalam surat tersebut, mereka menyoroti sikap Nadiem Makarim kala permasalahan UKT kian berjejal di berbagai kampus. Bahkan media pun turut mewartakan. Akhirnya mereka menduga kalau Nadiem tidak mengerti soal perkara ini. Sebab, Menteri Pendidikan itu justru lebih merespon suatu hal dramatikal, ketimbang merespon isu ini.
Seorang mahasiswa yang tergabung dalam masa aksi itu juga menekankan: mereka menghormati dan turut bangga ketika ada prestasi oleh anak bangsa.
“Kami juga turut bangga kalau putra-putri bangsa mendapat mendali emas. Di ajang apa pun, entah dimana pun. Akan tetapi, mata Anda, wahai Nadiem, hanya berani berbicara di persoalan seperti ini, tapi takut menanggapi persoalan yang tak kalah penting,” ucapnya Lugas.
Massa aksi mengirimkan baju dansa dan surat tuntutan (10/02/23). Foto: Rachma Syifa |
Di tengah orasi, gerimis mengguyur massa aksi yang kala itu tengah menyampaikan keresahannya. Namun hal itu tidak menyurutkan massa aksi. Mereka terus menunggu pihak kementerian untuk mengadakan diskusi bersama terkait hal ini.
Seluruh massa aksi dan awak media pada pukul 16.16 WIB, dipersilahkan masuk ke dalam ruangan Perpustakaan Kemendikbudristek untuk melakukan audiensi setelah sebelumnya terjadi perbincangan alot terkait siapa perwakilan kementerian yang akan menemui massa aksi.
Jajaran wakil Kemendikbudristek yang beraudiensi dengan massa aksi (10/02/23). Foto: Rachma Syifa |
Ghana, dari Inspektorat Jenderal Kemendikbud membuka pertemuan dengan meminta perwakilan massa aksi untuk menyampaikan permasalahan yang menjadi alasan mereka datang ke gedung Kemendikbudristek.
Perwakilan massa aksi secara bergantian menyampaikan keresahannya yang dimulai dari Syahdan (Bangsa Mahasiswa), Rachmad Ganta (mahasiswa UNY), Aldi (SMI), Aicy (korban permasalahan UKT UNY), dan Izam (mahasiswa UNJ).
Terdapat beberapa tuntutan yang dilayangkan oleh mahasiswa UNY, di antaranya yaitu::
- Pendidikan gratis seluas-luasnya.
- Menuntut kehadiran negara, dalam hal ini Kemendikbudristek terkait permasalahan UKT di UNY dan seluruh perguruan tinggi negeri di Indonesia.
- Memberikan sanksi kepada Rektor UNY karena tidak menyediakan Penyesuaian UKT sebagaimana tercantum dalam Pasal 9 ayat (4) Permendikbud No. 25 Tahun 2020.
- Memerintahkan Rektor UNY untuk mengembalikan biaya UKT yang telah dibayarkan apabila mahasiswa terbukti kurang mampu dalam melunasi UKT.
- Penetapan ulang UKT sesuai dengan kemampuan ekonomi mahasiswa.
- Memerintahkan Rektor UNY untuk membuka dialog terbuka kepada seluruh elemen dan civitas akademik di UNY terkait evaluasi permasalahan UKT.
Perwakilan dari massa aksi berpendapat dan menyampaikan tuntutan kepada Kemendikbudristek (10/02/23). Foto: Rachma Syifa |
Serupa dengan tuntutan yang dilayangkan oleh perwakilan mahasiswa UNY, ternyata permasalahan UKT juga terjadi di berbagai universitas, salah satunya ialah UNJ.
Izam, seorang mahasiswa UNJ turut menyampaikan keresahannya di depan para perwakilan Inspektorat Jenderal dan Biro Hukum Kemendikbudristek.
“Posisi kita di UNJ sama juga kayak UNY, saya pikir karena sama-sama kampus pendidikan. Biar bapak-bapak juga tidak berpikir bahwa itu jauh dari Jakarta, di Jakarta pun juga terjadi demikian pak. Kita juga punya data Pak, bahwa di UNJ banyak mahasiswa yang menyampaikan ketidaksesuaian UKT. Banyak mahasiswa di awal perkuliahan yang merasa UKT tidak sesuai dengan penghasilan orang tua mereka. Kawan saya ada yang DO karena tidak bisa mendapatkan keringanan,” ujar Izam.
Ia menambahkan proses keringanan UKT di UNJ juga bermasalah lantaran pasal 25 tahun 2020 itu memang mengatur permasalahan UKT, namun pada kenyataannya di pihak kampus hanya berdalih apabila pandemi Covid-19 telah selesai maka seolah-olah keringanan UKT yang diberikan oleh kampus juga selesai.
Keresahan yang disampaikan oleh massa aksi, berusaha didengarkan oleh pihak DIKTI (Kemendikburistek: Red) dengan mencatat apa yang telah disampaikan oleh para mahasiswa. Keenam orang dari Pihak DIKTI (Kemendikbudristek: Red) menyatakan akan menyampaikan permasalahan yang dibawa massa aksi ke pimpinan mereka.
“Saya sebagai koordinator hukum tata laksana dan kepegawaian tidak langsung membawahi ini, tapi akan coba saya salurkan dan pantau sebagai bahan masukan penyusunan mengenai pedoman UKT dan penelaahan di perguruan tinggi masing-masing. Saya setuju apabila UKT gratis, tapi saya berbicara sebagai individu bukan sebagai pemegang kewenangan. Nah, tadi yang dari UGM juga berbeda karena dari PTN-BH, ya nanti coba disampaikan kebetulan pimpinan kami dari UGM,” ujar salah satu perwakilan dari Kemendikbudristek.
Pernyataan tersebut disanggah oleh Aldi dari SMI, menurutnya apa yang disampaikan terkesan ambigu dan tidak memberikan kejelasan kepada seluruh mahasiswa yang kala itu turut hadir di ruangan.
“Ini sedikit ambigu ya, seolah-olah permasalahan di kampus dan pemerintahan tidak pernah koordinasi tentang persyaratan UKT, ini kan menjadi permasalahan pendidikan yang digantung ketidakjelasannya. Ini berbicara tentang otonomi kampus yang udah diatur dalam undang-undang perguruan tinggi, sekalipun sidiknas tapi tetap tidak ada kejelasan. Misalnya, apabila rektor berlaku sewenang-wenang kepada mahasiswa dan aturan kampus tidak ada pembahasan pada berita nasional dan sanksi yang diberikan kepada pihak rektorat. Kita tau ada permasalahan UKT, memang ada bantuan seperti KIP, PIP, dan KJP tapi kan prosesnya lama dan belum tentu lolos. Makanya banyak yang mengajukan protes ke Kemendikbud tapi sampai sekarang tidak didengar.”
Aldi juga menegaskan apabila tidak ada tanggapan lebih lanjut baik dari pihak Kemendikbudristek maupun Menteri Nadiem Makarim, maka aliansi mahasiswa akan membawa lebih banyak massa untuk menduduki gedung Kemendikbudristek.
“Kita akan ultimatum sampai bulan Mei, karena bulan Mei itu merupakan bulan perlawanan gerakan rakyat, kita pastikan akan menggerakan seluruh mahasiswa Indonesia untuk mengepung lagi Kemendikbud. Kita pernah melakukan itu kemarin. Kita akan memblokade dengan membawa 1.000 orang mahasiswa. Kita melibatkan multisektoral ya, ada buruh, mahasiswa, dan petani. Hal ini bisa bapak-bapak minimalisir untuk mengeluarkan Surat Edaran (SE) dari pihak kementerian atau seminimalnya Keputusan Menteri terkait permasalahan UKT ini,” ujarnya.
Audiensi pun ditutup dengan pertukaran kontak antara perwakilan massa aksi dan pihak biro hukum DIKTI untuk menanggapi lebih lanjut terkait permasalahan UKT. Mahasiswa UNY juga memberikan gaun dansa sebagai bentuk simbolis kekecewaan mereka kepada pihak DIKTI.
Aksi berlangsung damai dan ditutup dengan penerbangan pesawat kertas ke arah gedung Kemendikbudristek. Massa aksi bubar dengan tertib dan teratur.
Reporter: Rachma Syifa Faiza Rachel
Editor: Aisya Puja Ray