Mahasiswa Seni Yogyakarta sebelum menampilkan teatrikal di Panggung Rakyat, Aliansi Rakyat Bergerak (15/9) |
Aksi penolakan kenaikan
BBM kembali digelar oleh Aliansi Rakyat Bergerak (Arak) bertempat di depan Tugu
Ngejaman pada Kamis, 15 September 2022. Semula, aksi direncanakan berada di
depan Pasar Beringharjo, tetapi bergeser tempat karena mendapatkan represifitas
dari aparat. Mereka didesak untuk mengadakan aksinya di Alun-Alun Utara. Namun,
massa aksi menolak untuk bergeser terlalu jauh, hingga sepakat mendirikan
panggung di depan tugu tersebut.
Aksi kali ini mengusung
konsep “Panggung Rakyat”, membentuk ruang publik inklusif untuk menyuarakan
pendapatnya di depan umum. Siapapun bisa terlibat di dalamnya, dari berorasi
hingga menampilkan karya-karya seni.
Ketika aksi berlangsung,
terlihat sekelompok orang berpenampilan nyentrik, menarik perhatian diantara
ratusan massa aksi. Mereka tampil mencolok dengan dandanannya. Beberapa orang
mengecat badannya dengan tulisan “BBM” dan “ASU”. Terdapat pula orang berdandan
rapi dengan kepala tikus. Mereka inilah, kelompok mahasiswa seniman Yogyakarta.
Mereka juga membentangkan dua mural berukuran cukup besar. Salah satunya
lukisan mural bergambar tikus dengan tulisan “Orang Pintar Tarik Subsidi,
Seniman Kurang Gizi”.
Mural hasil karya kelompok mahasiswa seni Yogyakarta (15/9) |
“BBM ASU” bermakna bahwa
kebijakan kenaikan BBM tidak pro rakyat. ASU sebagai ungkapan kekesalan. Disini
yang diumpat adalah Pemerintah itu sendiri” Ucap Arya, salah satu mahasiswa
seni saat ditemui Philosofis setelah menampilkan aksi teatrikal.
Seniman, acapkali
terlibat dalam beberapa momen pergerakan. Mereka menyuarakan keresahan dengan
karya seni. Perlawanan melalui seni adalah ciri khas unik dari para seniman.
Jika menilik dari sejarahnya, seniman juga sudah turut membentuk perlawanan dan
pergerakan.
“Kami ikut menyuarakan
karena kami juga terdampak(mahasiswa seni). Seluruh elemen masyarakat merasakan
dampak kenaikan BBM ini, termasuk para seniman”. Imbuh Arya kepada Philosofis.
Musik menjadi salah satu
alternatif bentuk perlawanan. Mayoritas orang saat ini pun mendengarkan musik.
Melalui musik, seseorang dapat dengan bebas menyuarakan keresahannya. Tak ada
batas-batas moral dalam musik, kata-kata umpatan sekalipun dapat dijadikan
senandung lirik lagu. Seperti musisi Syifasativa yang turut hadir di panggung
rakyat tersebut.
Penampilan Syifativa menyenandungkan lagu-lagu ciptaannya (15/9) |
“Musik itu konten
eksplisit seperti kata-kata kasar dapat dimasukkan, sesuai dengan budaya
perlawanan saat ini”. Ujar musisi Syifasativa kepada Philosofis setelah
membawakan lagu-lagu ciptaannya.
Berikut merupakan
penggalan lirik lagu “Rakyat Gak Butuh Presiden” karya Syifasativa
Penggalan dalam lirik
lagu tersebut menggambarkan realitas pemerintah saat ini yang dikepalai oleh
seorang Presiden. Kebijakan dalam menaikkan BBM, berimbas pada peningkatan
biaya hidup, karena banyak bahan-bahan pokok ikut naik. Sekedar solusi Bantuan
Langsung Tunai (BLT) beberapa bulan diberikan, dianggap cukup untuk menekan
angka kemiskinan. “Pejabatnya makin kaya, rakyatnya makin miskin. Pejabat makan
nasi, rakyatnya makan tai” begitulah gaungan para massa aksi menggambarkan kondisi
saat ini.
Dari beberapa seniman
yang telah tampil kemarin, terdapat satu harapan dan pesan yang sama.
Suarakanlah keresahanmu, bangun perlawanan melalui seni, hingga suara-suara
tersebut didengar oleh para pejabat-pejabat. Meskipun hanya membantu sedikit,
entah itu akan didengar atau tidak, setidaknya karya seni telah membantu
menyuarakan keresahan.
“Setidaknya, karya-karya
ini dapat membantu menyuarakan keresahan, meski hanya 0,0001%”, ucap Rosie n
Chocolate dan The Freakshow kepada Philosofis, selepas tampil di panggung.
Para seniman yang terlibat sepakat, bahwa rakyat tidak memerlukan janji-janji kosong penguasa. Rakyat butuh upaya dan keseriusan pemerintah untuk memberikan kehidupan yang layak.