“Kami
mengajak teman-teman dari Paguyuban Pedagang Malioboro dan Paguyuban Becak
Motor Yogyakarta (PBMY),” ucap Y selaku Humas ARB pada Philosofis.
PMBY
sempat diberikan waktu untuk menyampaikan orasi, organisasi itu diwakili oleh
Heru Santoso, selaku Komandan. Ia menceritakan keresahannya kala BBM dinaikkan
oleh Pemerintah.
“Sekarang
bensin (pertalite) harganya Rp10.000,00, sedangkan ongkos becak Rp5.000,00. Dimana
untungnya?” jelasnya ketika berada di atas mobil komando.
Komandan Paguyuban Becak Motor Yogyakarta (PMBY) di tengah massa aksi penolakan kenaikan BBM (07/09). |
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa tidak bisa mendapat untung jika hanya mendapat satu pelanggan. “Ongkos bensin dari Tugu (Jogja) sampai Kraton itu Rp7.000,00, ongkos becak saya Rp 5.000,00. Jadi untungnya cuma Rp2.000, terus orang rumah mau dikasih makan apa?” Ia menuturkan.
Dampak
kenaikan BBM tidak hanya dirasakan oleh Heru Santoso. Juardi, penarik becak
motor asal Kulonprogo juga merasakan hal serupa kala ditemui Philosofis. Ia menyampaikan sejak
kenaikan BBM, pendapatan hariannya juga berkurang drastis.
“Langsung
merosot, tadi malam saja cuma dapet satu,” terangnya di tengah-tengah aksi.
Juardi
yang tergabung dalam PMBY menerangkan bahwa hampir semua penarik becak motor
terdampak langsung karena kenaikan BBM. “Semuanya resah, Mas. Wisatawan juga
sepi, jadinya semua terdampak,” terangnya sambil duduk di atas becak motornya.
Komandan Paguyuban Becak Motor Yogyakarta (PBMY) berganti ke dalam gedung DPRD Yogyakarta (07/09). |
Selaras
dengan Juardi, Kasmono juga menyesalkan kenaikan BBM. “Kemarin waktu belum naik
aja gak nutup, apalagi sekarang malah
naik,” ucapnya pada awak Philosofis sambil
tersenyum.
Sebelum menutup percakapan, pria berbaju oranye itu berharap pemerintah bisa menurunkan harga BBM. “Saya berharap pemerintah bisa menurunkanlah, harus punya solusinya,”