Salah seorang demonstran sedang berorasi di atas mobil komando (7/9) |
Massa aksi dari Aliansi Rakyat Bergerak gelar aksi demonstrasi menolak kenaikkan BBM. Mereka memulai aksi dari titik kumpul di Jalan Kusumanegara menuju gedung DPRD DIY pada Rabu, 8 September 2022. Aksi dilakukan untuk menolak adanya kebijakan atas kenaikan harga BBM. Massa bergerak dari titik kumpul pada pukul 14.00 WIB dan tiba di Gedung DPRD DIY pada pukul 15.30 WIB.
Tepat di depan
gerbang gedung DPRD DIY, massa aksi menyuarakan penolakannya atas kenaikan
harga BBM. Suara disampaikan dengan orasi yang diwakilkan oleh mahasiswa dan
LSM. Mereka menolak keras kenaikan harga BBM sebab kenaikan tersebut mempersulit
masyarakat terutama bagi masyarakat rentan, petani dan para buruh. Aksi
tersebut menjadi bentuk perlawanan masyarakat terhadap pemerintah.
“Pemerintah
memiliki kuasa untuk menindas rakyat, maka rakyat hanya memiliki suara untuk
melawan penindasan. Karena kita tidak memiliki alat yang besar untuk mendesak pemerintah,
maka yang dapat kita lakukan adalah melakukan aksi massa.” Ujar Mawar,
perwakilan SIEMPRE (Serikat Pembebasan Perempuan) saat ditemui awak Philosofis
sesudah memberikan orasi.
Salvia (nama
samaran), warga lokal, merasa bahwa kenaikan BBM merugikan masyarakat karena kenaikan
tersebut berimbas pada kenaikan bahan pokok.
“Naiknya harga BBM
sangat merugikan. Ketika BBM naik, bahan-bahan pokok ikut naik. Permasalahannya
apakah UMR ikut naik atau tidak? Pemerintah mengatakan bahwa harga BBM
Indonesia paling murah, padahal UMR Indonesia juga paling rendah. Maka
perbandingannya menjadi tidak relevan.”
Seorang massa aksi perempuan sedang berorasi (7/9) |
Tak hanya isu penolakan
kenaikan harga BBM yang dibahas dalam aksi kali ini, namun perjuangan perempuan
melawan berbagai kekerasan seksual juga disuarakan. Mawar dalam orasinya menyampaikan
mengenai UU TPKS. Di dalam undang-undang tersebut, terdapat pasal-pasal yang
dinilai tidak berpihak pada korban. Terjadi penghapusan beberapa pasal dalam RUU
PKS setelah terdapat perubahan judul menjadi UU TPKS. Perubahan tersebut
menjadikan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah makin menghilang. Masyarakat
tidak bisa berharap kepada militer dan polisi untuk mengayomi dan melindungi masyarakat
seperti yang tertera dalam slogan mereka. Perjuangan perempuan dalam melawan
pelecehan seksual tidak akan berhenti sampai disini saja, perjuangan ini tidak
akan padam.
“Di Yogyakarta sendiri
terdapat Aliansi Sahkan RUU PKS, aliansi ini berdiri sejak 2016 dimana draft
RUU PKS pertama kali muncul. Namun, hingga 2020, apa yang aliansi suarakan
tidak pernah didengar oleh penguasa. Meski begitu, aliansi tetap menyuarakan
isu tersebut melalui berbagai aksi massa. Pada 2022, terjadi pencapaian dimana
DPR menyetujui Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual meskipun terdapat
perubahan dari yang awalnya disuarakan, yaitu penghapusan kekerasan seksual.”
Ucap Mawar, kepada Philosofis.
Perjuangan dalam
memerangi kekerasan seksual akan terus dilakukan. Pengawasan terhadap jalannya
undang-undang akan dilakukan setiap waktu. Karena seperti yang sudah terjadi,
hingga saat ini kasus kekerasan seksual masih banyak terjadi, baik di lingkup
pendidikan maupun dunia kerja.
“Keadilan gender tidak hanya diperjuangkan oleh perempuan, tetapi seharusnya ikut diperjuangkan oleh seluruh rakyat sebab hal ini merupakan bagian dari memperjuangkan hak asasi manusia.” Tutur Mawar kepada Philosofis.