Ilustrasi: Erico Aby Pratama |
Rabu (6/7) pagi, mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) mendatangi Auditorium yang berada di sebelah Timur Patung “Kembara” UNY. Dengan dresscode jas almamater, satu persatu mahasiswa masuk ke dalam gedung dan duduk di kursi yang sudah disediakan.
Pagi itu merupakan hari pembekalan bagi
mahasiswa yang mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Praktik Kependidikan (PK).
Pembekalan itu dilakukan secara luring dan daring, ini dilakukan untuk
mengakomodasi mahasiwa yang berada di luar Yogyakarta, agar tetap mendapatkan
informasi terkini mengenai KKN & PK UNY.
Ketika pembekalan dilaksanakan, banyak mahasiswa yang berharap ada kejelasan informasi mengenai KKN & PK. Ini terjadi karena sebelumnya telah beredar informasi yang simpang siur kebenarannya. Mulai dari waktu pelaksanaan yang belum jelas, biaya akomodasi yang dianggap minim, transportasi yang kurang memadai, hingga lokasi KKN yang masih gantung informasinya. Namun, apa yang diharapkan ternyata tidak sesuai dengan realita, tak sedikit mahasiswa yang mengeluhkan ketidakjelasan informasi ini bahkan hingga acara pembekalan itu usai.
Problematika
Birokasi Menentukan Waktu Pelaksanaan KKN PK
Pada awal Juni, kabar mengenai waktu
pelaksanaan KKN-PK mulai ramai berterbangan di ranah digital. Terutama di dalam
grup WhatsApp (WA) dan akun Twitter @UNYmfs.
Kabar itu sontak membuat jagad maya, khususnya mahasiswa UNY seketika menjadi
ramai.
Terhitung tanggal 2 Juni 2022, tweet mengenai
kabar KKN-PK yang dilakukan selama enam bulan mulai mencuat. Disusul dengan
informasi serba-serbi
KKN-PK dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNY yang bersumber dari Unit
Layanan (UL) KKN-PK seakan mengamini hal serupa (3/6).
Beberapa jam setelahnya, hampir semua
mahasiswa yang mendaftar KKN-PK membicarakan hal itu. Sebagian besar mahasiswa
merasa enam bulan adalah waktu yang sangat lama. Mereka merasa bingung dan gundah.
Salah satunya mahasiswi asal Fakultas Ilmu Sosial (FIS) yang dihubungi Philosofis.
Ia menjelaskan bahwa itu waktu yang cukup
lama. “Enam bulan itu ngapain aja? Latihan keluar dari rumah?,” ucap mahasiswi
yang enggan disebutkan identitasnya, Jumat (3/6). “Apakah kampus memikirkan
kondisi mahasiswa? Biaya hidup disana? Kemarin aja soal dana, UNY belum bisa
jawab” terangnya lebih lanjut.
Memang pelaksanaan KKN-PK selama enam
bulan adalah hal yang tidak biasa. Beberapa kampus di Yogyakarta hanya membatasi
waktu selama 40-60
hari untuk KKN. Informasi yang simpang
siur itu menimbulkan banyak tanggapan. Beberapa gundah, namun ada sebagian yang
cenderung abai.
Salah satunya seorang mahasiswa berinisial
A. Ia memilih untuk cuek. “Aku tahu ini belum jelas, tapi mending bodo amat,”
ucapnya pada Philosofis (3/6).
Menurutnya, penyampaian informasi UNY dari dulu tidak pernah bagus. Jadi, ia
lebih memilih menunggu daripada termakan oleh berita yang tidak pasti.
Penyampaian informasi soal KKN-PK di UNY
hanya melewati ULKKN-PK. Hanya satu pintu dan satu arah. Apalagi penjelasan dari ULKKN-PK hanya berupa
pesan WA yang terus menerus dibagikan.
Hal itu membuat mahasiswa kebingungan,
apakah itu penjelasan resmi atau bukan. Meski di dalam pesan tersebut tertulis
beberapa pertanyaan dan jawaban, namun tidak semua kebingungan mahasiswa
terakomodasi oleh pesan tersebut.
Belum selesai dengan kebingungan
pelaksanaan selama enam bulan, ada informasi yang tertulis dalam pesan itu,
bahwa waktu pembekalan bersamaan dengan Ujian Akhir Semester (UAS). Yakni
tanggal 15 Juni dan 16 Juni 2022.
Sontak hal tersebut membuat mahasiswa
lagi-lagi bingung, lebih-lebih merasa kesal, bagaimana jika waktu yang
ditentukan malah bertabrakan dengan jadwal UAS. Persoalan itu sudah tertulis di
pesan yang nampaknya sudah diteruskan berkali-kali. Apabila ada mahasiswa yang
masih melaksanakan UAS ketika pembekalan dimulai, maka akan ada susulan di sore
hari—keterangan di pesan itu setelah pukul 15.00 WIB.
Akan tetapi, solusi itu tidak tepat
menurut salah seorang mahasiswi. Salif (bukan nama asli) merasa keberatan jika
bersamaan dengan jadwal UAS. “Dalam kondisi daring gini, jadwal UAS bisa sampai
malam,” ujar mahasiswi angkatan 2019 tersebut kala dikontak Philosofis (3/6).
Ia nampak begitu jengkel ketika
membicarakan soal persiapan KKN-PK di UNY. “Bertahun-tahun kok selalu ruwet, emosi sama kampus,” ucapnya penuh
geram.
Mendekati hari pembekalan yang tertulis
dalam pesan ULKKN-PK—15 Juni 2022—masih belum ada kejelasan. Terutama waktu
pelaksanaan apakah sudah pasti enam bulan, ataukah cukup untuk memenuhi 272
jam, seperti tahun lalu.
Setelah berminggu-minggu menunggu
kejelasan informasi mengenai waktu pelaksanaan KKN-PK, akhirnya terjawab juga.
Secara resmi, muncul Surat Pemberitahuan
mengenai waktu pelaksanaan KKN-PK pada 15 Juni 2022. Dalam surat itu termuat
waktu KKN-PK yang dilakukan pada Juli-Desember 2022. Sedangkan, pembekalan yang
semula direncakanan pada 15-16 Juni 2022, diundur menjadi 6 Juli 2022.
Adanya surat itu, paling tidak sudah
menjelaskan secara resmi perihal waktu pelaksanaan. Namun, hal-hal lain yang
dibingungkan mahasiswa masih belum terjawab. Mulai dari akomodasi hingga pembagian
lokasi KKN serta plottingan PK.
Ruwetnya
Penentuan Lokasi dan Transportasi
Selepas perbincangan mengenai waktu
pelaksanaan telah selesai dan dijelaskan secara resmi. Nampaknya masih banyak
persoalan yang membingungkan mahasiswa UNY yang akan melaksanakan KKN-PK. Tak
cukup dengan persoalan waktu, mereka masih harus menghadapi kebingungan perihal
lokasi, kelompok KKN, bantuan akomondasi, dan transportasi.
Persiapan UNY dalam melakukan KKN-PK
nampaknya begitu jauh dari kata siap dan jelas. Hal ini diamini oleh salah seorang
mahasiswa yang tidak ingin disebutkan identitasnya. “Persiapan sangat tidak
lancar. Sampai H-1 minggu pembekalan tidak ada kejelasan soal lokasi dan
kelompok,” tulisnya kala dihubungi Philosofis
via Direct Message (DM), Sabtu (9/7).
Ia mengeluhkan perihal kurangnya persiapan
UNY untuk KKN-PK. “Padahal sudah mendekati hari penerjunan, kok belum ada
kejelasan,” terangnya lebih lanjut. Permasalahan mengenai kelompok juga
mengambil bagian dalam persiapan KKN-PK ini.
Sebenarnya pembagian kelompok dan lokasi
sudah ditentukan sejak 31 Mei 2022. Namun, ada beberapa mahasiswa yang
tiba-tiba berubah kelompok. “Beberapa teman yang satu kelompok dengan saya
tiba-tiba berubah,” keluh mahasiswi bernama Woro (bukan nama sebenarnya) itu
pada Philosofis (9/7). Mahasiswi asal
Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) itu merasa bahwa persiapan UNY untuk KKN-PK
ini sangat jauh dari ekspektasinya.
Tidak hanya soal kelompok, desa lokasi KKN
pun turut menjadi permasalahan yang pelik. Izin pemberitahuan dan penerjunan
mahasiswa dari kampus ternyata belum dilayangkan ke desa-desa terkait.
“Kemarin, mau survey ke desa. Tapi ternyata dapat kabar kalau kampus belum izin
kesana untuk penerjunan mahasiswa, jadi tertunda,” terang Woro, mahasiswa angkatan
2019. Kelompok Woro mendapat lokasi di salah satu desa di Kabupaten Wonogiri, Jawa
Tengah. Sampai H-4 penerjunan, perizinan belum tuntas.
Selain perizinan yang belum rampung, ada
juga masalah tidak jelasnya informasi untuk salah satu desa tempat KKN. Mahasiswi
asal FIS berinisial SA, menerangkan bahwa desa tempatnya KKN yang berada di
Gunung Kidul tidak menerima informasi secara jelas.
“Ada miskomunikasi, kepala dusun tidak jelas
terkait pelaksanaannya (tiga bulan atau enam bulan) dan sistem KKNnya seperti
apa,” ucapnya kala dihubungi awak Philosofis
via telepon, pada (9/7). Buntut dari permasalahan itu membuat kelompok SA
harus mengadakan rapat bersama kepala dusun di tanggal 11 Juli 2022. Padahal, penerjunan
dilakukan pada 13 Juli 2022, menurutnya itu terlalu mepet.
Dengan adanya berbagai masalah perizinan
itu, Philosofis mencoba meminta
keterangan kepada kepala ULKKN-PK, Dr. Drs. Ngatman, M.Pd. “Sebenarnya,
sosialisasi mengenai KKN itu sudah dilakukan dari awal tahun, tujuh bulan yang
lalu” terangnya sambil menenteng tas pada Senin (11/7). “Untuk perizinannya itu
harus dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), baru nanti turun-turun
terus sampai ke desa”
Persoalan dalam menyambut KKN-PK tak
berhenti sampai di situ saja. Setelah perizinan lokasi dan sosialisasi ke desa yang
kurang jelas, timbul permasalahan baru yang lebih pelik, yaitu uang akomodasi
tak sesuai dengan lamanya waktu pelaksanaan. Akomodasi yang diberikan untuk KKN
sebesar Rp250.000,00 dan PK sebanyak Rp150.000,00. Nominal itu digunakan untuk
KKN-PK selama enam bulan, tentu ini tak cukup. Namun, lagi-lagi kampus abai
akan kesejahteraan mahasiswa mereka.
Menurut beberapa mahasiswa, akomodasi itu
tergolong kecil untuk bertahan hidup selama enam bulan. Iroz (bukan nama asli)
mengaku nominal sebesar itu tidak ideal, belum lagi ketika melaksanakan proker
juga membutuhkan uang. “Dengan rencana proker yang banyak, gak cukup kalau akomodasinya segitu,” terang mahasiswa Fakultas
Ekonomi itu pada Philosofis (9/7).
Mahasiswa lain yang berinisial Y juga
mengafirmasi pernyataan Iroz. Kala dihubungi Philosofis melewati DM (9/7), ia menerangkan bahwa tidak akan
maksimal dalam proker yang dirancang. Lebih lanjut, kebutuhan sehari-hari pun
tidak bisa terpenuhi dengan subsidi Rp250.000,00 itu.
Menurut Penanggung Jawab (PJ) divisi KKN
di ULKKN-PK, Drs. Eko Widodo, M.Pd, ketika pembekalan KKN-PK, subsidi sebesar
itu sudah lebih banyak daripada dua tahun lalu ketika KKN dilakukan luring. Ia
menjelaskan bahwa ditahun-tahun sebelumnya, akomodasi yang didapat setiap
mahasiswa adalah Rp50.000,00 dan mendapat kaos. Sedangkan tahun ini menjadi
Rp250.000,00, sama dengan akomodasi KKN daring pada tahun sebelumnya.
Setelah akomodasi yang dirasa kurang oleh
beberapa mahasiswa, selanjutnya permasalahan transportasi. Simpang siur
informasi kembali terulang terkait transportasi. “Awalnya dijelaskan kalau
kendaraan pribadi yang dibawa itu hanya bisa dua motor, tetapi kemarin setelah
dikonfirmasi ternyata bisa empat motor. Enggak tahu kepastiannya gimana, ini
udah H-5 penerjunan” terang Y. Transportasi pribadi ini diangkut dengan truk,
dan dikhususkan bagi mahasiswa yang mendapat tempat di luar DIY, jelasnya lebih
jauh.
Philosofis
mencoba menanyakan kejelasan informasi itu
kepada mahasiswa yang mendapat wilayah di luar DIY. “Jadinya mengisi form untuk data dan motor yang dibawa di
truk maksimal dua,” ujar N mahasiswi yang berasal dari FIS ketika dihubungi via
WA (13/7). Dia menerangkan bahwa ada beberapa mahasiswa yang membawa kendaraan
pribadi ke tempat KKN, dan tentu saja menggunakan uang pribadi untuk akomodasi
transportasi.
Lebih jauh lagi, ia menjelaskan bahwa
kelompoknya berisi sepuluh orang, tetapi motor yang dibawa hanya dua unit.
“Gatau besok sistemnya gimana, bonceng lima satu motor mungkin,” terangnya.
Sistem
KKN PK Tak Siap: Mahasiswa yang jadi Korban
Rencana KKN-PK yang dilakukan selama satu
semester ini sudah direncanakan sejak tahun lalu. Dengan program UNY Membangun
Desa, KKN-PK 2022 sudah disiapkan untuk luring. Penjelasan itu disampaikan oleh
Prof. Dr. Margana, M.Hum kala menghadiri monitoring dan evaluasi
pelaksanaan KKN dengan Kepala Bappeda, Panewu, dan lurah/desa pada Kamis
(30/9/21).
“Sistem KKN-PK UNY di tahun ini dilakukan dengan dua cara:
simultan dan sequence,” terang Heriyanto selaku Kepala Bidang KKN UNY,
kala audiensi dengan mahasiswa pada Senin (13/6). Simultan adalah sistem dimana
KKN dan PK berjalan bersamaan. Sedangkan sequence adalah membagi enam
bulan menjadi dua, di awal untuk KKN dan disusul PK, ataupun sebaliknya,
jelasnya lebih detail dihadapan mahasiswa.
Dalam audiensi tersebut, salah seorang mahasiswa menanyakan
perihal jarak antara tempat KKN dan PK. Hal itu begitu dikhawatirkan mahasiswa
ketika jarak antar keduanya begitu jauh, karena akan menguras tenaga.
“Lokasi KKN & PK akan diusahakan dalam satu kabupaten
yang sama,” jelas Dr. Nunik Sugesti, S.Pd., M.Hum, selaku PJ divisi PK. Ia
menjelaskan belum melakukan plotting PK karena menunggu hasil penempatan
KKN setiap mahasiswa.
Dengan belum jelasnya lokasi KKN mahasiswa sampai H-1 minggu
pembekalan, hal itu membuat plotting PK menjadi terlambat. Kala Philosofis menghubungi beliau via WA
pada Selasa (12/7), ia menjelaskan bahwa plotting PK belum sepenuhnya
rampung, bahkan sampai H-1 penerjunan. “Plotting PK tidak sama dengan
KKN, harus disertai lokasi mahasiswa. Dan diusahakan hari ini selesai”
terangnya lebih lanjut.
Hal itu benar adanya. Beberapa mahasiswa ada yang belum
mendapat tempat PK, seperti S yang mendapat lokasi di Gunung Kidul. “Penyebaran
informasi PK di sini (Gunungkidul) cukup telat, ketika yang lain sudah
mendapatkan tempat, kami belum dapat,” terangnya.
Sistem yang mencampurkan KKN & PK di waktu bersamaan
bukan hal ideal dan justru membuat persiapan mahasiswa tidak matang. Nindi
(bukan nama sebenarnya) mengaku dengan sistem seperti itu malah menimbulkan
cekcok antar anggota kelompok.
“Anggota kelompokku ada yang kependidikan dan
non-kependidikan. Sistem kayak gitu malah bikin kita beda pendapat,” tulisnya
ketika dihubungi Philosofis via DM
pada Sabtu (10/7). Nindi menjelaskan bahwa anggota yang kependidikan ingin tiga
bulan awal dilakukan untuk PK, dan sisanya untuk KKN, sedangkan anggota lain
non-kependidikan menginginkan sebaliknya.
Masalah lain muncul akibat sistem yang simultan dan telatnya plotting
PK. Pradana, mahasiswa FIS mengeluhkan kondisi yang ada pada Philosofis (12/7). Ia menjelaskan bahwa
terjadi perbedaan waktu PK antara kelompoknya dengan kelompok lain.
Di kelompoknya, KKN & PK dilakukan dalam satu waktu,
Senin-Jumat untuk PK dan KKN dilaksanakan Sabtu-Minggu. Sedangkan kelompok lain
memiliki jadwal berbeda. Tiga bulan awal untuk KKN sedangkan PK baru dilakukan
setelahnya. Hal itu membuat waktu pelaksanaan PK tidak berbarengan dan berbeda
dari ketentuan.
Iroz mengaku bahwa sistem yang diterapkan tidak efektif. “Dengan banyaknya masalah, sistem ini tidak efektif,” terangnya. Ia menjelaskan akan lebih efektif apabila menggunakan sistem blok yang diatur oleh kampus. Dimana sistem itu jelas teratur dan tidak menimbulkan permasalahan.
Zhafran Naufal Hilmy
Reporter:
Zhafran Naufal Hilmy, Gilang Kuryantaro, Wisnu Firdaus, Yoga Hanindyatama
Editor:
Rachma Syifa Rachel
Min kawal kasus ukt bagi mahasiswa bidik misi dong, kan udah beredar beritanya yang di live ig uny bergerak..
BalasHapus