Salah satu birokrat kampus sedang menemui masa aksi (13/6). Philosofisonline.id |
Pada Senin (13/6) sore, di tengah guyuran hujan, mahasiswa UNY berbondong-bondong merapati Gedung Rektorat. Massa yang melakukan aksi dan audiensi menuntut kejelasan informasi terkait KKN-PK. Dengan membawa poster, spanduk, dan kertas tuntutan, mereka memadati tangga Gedung Rektorat. Pada awalnya, penyampaian orasi berjalan dengan lancar. Sayangnya, situasi yang terkendali semacam ini tidak bertahan lama, terjadi adu mulut antara massa aksi dengan orang tidak dikenal.
Kala
itu, seseorang dengan topi dan baju hitam mendatangi masa aksi. “Saya dihampiri
seorang yang tidak dikenal, dia melarang kami berorasi,” ucap Raffi selaku
Koordinator Lapangan (Koorlap). Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa orang yang
bertubuh besar itu sudah stand by sebelum
masa aksi datang. “Setelah berdebat cukup panjang, tiba-tiba dia menarik,
memukul, dan hampir merobek spanduk yang di bawa teman-teman,” ujarnya.
Tindakan
represif kepada massa aksi ternyata tidak hanya terjadi pada saat itu saja. “Tindakan
seperti ini sudah sering, ketika aksi menolak Puan Maharani dan aksi UKT juga
terjadi,” ucap Koorlap berkacamata itu. Selain represi, ternyata massa aksi
juga mendapatkan intimidasi.
“Intimidasi
berupa teriakan dan bentakan juga kami terima,” terang masa aksi berinisial M.
Teriakan penolakan terhadap aksi dan pembubaran dilakukan oleh orang yang sama.
Orang tidak dikenal itu memaksa membubarkan masa aksi. Alasan yang disampaikan
ialah menganggu kegiatan di rektorat dan berpotenai menjelekkan nama kampus.
Mahasiswa
yang menggunakan tas selempang itu menerangkan bahwa bentakan dan dorongan
dilakukan kepada masa aksi. M menduga bahwa orang tidak dikenal itu adalah
mahasiswa dari salah satu fakultas. “Setelah kami mencoba mengidentifikasi,
dugaan kami dia adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK),” terangnya
lebih jauh.
Masa
aksi menyayangkan tidak ada tindakan dari pihak keamanan UNY ketika terjadi
aksi represif itu. “Kami heran, puluhan satpam yang ada di sini tidak bertindak
sama sekali,” ujar Naja, salah satu masa aksi, dengan agak kesal. Puluhan
satpam yang berada di sekitar masa aksi hanya melihat dan tidak melakukan tugasnya
sebagai petugas keamanan.
Awak
Philosofis mencoba meminta keterangan
kepada satpam yang bertugas. “Setahu saya, itu sama-sama mahasiswa,” ujarnya.
Menurutnya, ada kesalahpahaman di antara massa aksi. “Mungkin salah paham,
karena itu sama-sama masa aksi,” lanjutnya. Ketika ditanya perihal pengamanan,
ia mengaku bingung ingin bertindak seperti apa. “Jika kami bertindak dan salah,
itu malah jadi masalah lagi,” pungkasnya. Pria bertubuh tegap itu mengaku bahwa
masa aksi juga anak-anak mereka, jadi ketika salah memilih langkah, takutnya
menyakiti.
Selain
adanya gangguan oleh orang tidak dikenal, pihak kampus juga tidak lepas ketika
melakukan pengawasan. “Beberapa teman kami dipanggil oleh jurusan ketika sedang
melakukan aksi di sosial media,” jelas M ketika beraudiensi dengan rektorat.
Teman-teman yang satu fakultas dengan M ditahan oleh Kepala Jurusan (Kajur)
agar tidak ikut aksi. M mengatakan bahwa tindakan itu menjadi wujud dari
pelarangan berekspresi di lingkungan kampus.
Zhafran Naufal Hilmy
Reporter:
Adam Yogatama dan Dewa Saputra
Editor:
Yoga Hanindyatama