Suasana aksi di depan kantor BBWS SO, Yogyakarta, Kamis (06/01). Philosofisonline.id. |
Kamis, 6 Januari 2021, kantor Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWS SO) di Jalan Solo kilometer 6 dipenuhi oleh massa aksi yang terdiri atas warga Desa Wadas dan para aktivis lingkungan, hukum, serta mahasiswa. Siang itu, pukul 11.50 WIB untuk kedua kalinya - yang pertama tahun 2021, Warga Wadas meminta audiensi dengan pihak BBWS SO terkait penambangan batu andesit di desa mereka.
Suasana di depan kantor BPN Purworejo, Kamis (06/01). Philosofisonline.id. |
Sebelum meminta audiensi dengan BBWS SO, massa aksi terlebih dahulu mendatangi Badan Pertanahan Negara (BPN) Purworejo pada pagi hari, sekitar pukul 8.30. Mereka datang untuk merespon surat undangan yang dikeluarkan oleh lembaga tersebut. Isi surat bernomor AT.02.02/3841-33.06/XII/2021 tersebut kurang lebih berisi tentang rencana pengukuran tanah di Desa Wadas yang sedianya bakal dilakukan pada pertengahan Januari. Bertahan selama satu jam di sana, warga Wadas menyuarakan keberatannya atas rencana pengukuran itu.
Anwar Fajar dari Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) menandaskan bahwa warga menuntut agar penambangan dan Izin Penetapan Lokasi (IPL) dihentikan. Lebih lanjut ia mengatakan, warga tidak ingin Desa Wadas yang merupakan daerah yang lestari mengalami kerusakan alam, seperti kehilangan sumber mata air. Sebab, menurutnya, Wadas yang merupakan dataran tinggi akan menjadi daerah rawan bencana.
Selesai menyampaikan aspirasi di BPN Purworejo, massa aksi dengan lima bus, satu travel, dan beberapa motor melanjutkan perjalanan ke Yogya, ke kantor BBWS SO.
Warga Wadas bersiap berangkat ke BPN Purworejo dan BBWS SO menggunakan sejumlah bus, Purworejo, Kamis (06/01). Philosofisonline.id. |
Tiba di lokasi tidak membuat massa aksi langsung dipersilahkan masuk. Massa aksi harus menunggu cukup lama untuk dapat audiensi dengan pihak BBWS SO. Dan, selama menanti di luar gerbang, massa aksi menyampaikan tuntutannya.
Setidaknya ada lima poin tuntutan, yaitu: menolak pengadaan tanah di Desa Wadas, menolak usaha penambangan di Desa Wadas, melawan teror dan intimidasi dari semua aparatur negara, mencabut Undang-Undang (UU) Cipta Kerja serta aturan turunannya, dan menghentikan seluruh Proyek Strategis Nasional (PSN) yang merugikan rakyat.
Seorang massa aksi berorasi di depan kantor BBWS SO, Yogyakarta, Kamis (06/01). Philosofisonline.id. |
Setelah menanti selama hampir dua jam, pihak BBWS SO keluar menemui massa aksi. Adalah Heri Prasetyo dari tim Pengadaan Tanah Pembangunan Bendungan Bener yang melakukan dialog.
Dalam audiensi dengan massa aksi itu, Hery menjelaskan bahwa pihaknya hanya menjalankan kebijakan dari pemerintah terkait proyek penambangan di Wadas. Penambangan batu andesit yang banyak dikeluhkan oleh warga Wadas sesuai penuturannya tidak diambil dalam waktu singkat. Proses yang dilakukan sejauh ini berpedoman pada tahap-tahap pengkajian yang matang.
Pasca berakhirnya aksi pada pukul 15.00, wartawan Philosofis menanyakan perihal pandangan Daniel dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta soal aksi kali itu. Ia mengkritik cara kerja pihak BBWS SO dan stakeholder yang dalam pengamatannya tidak sesuai dengan mekanisme hukum.
“Mereka dalam melakukan kegiatan dari pengadaan tanah hingga penambangan semuanya gak benar, bahkan terkait peraturan perundang-undangan pun tidak dipatuhi.”
Ia menuturkan jika pihaknya dan warga Wadas akan menyurati beberapa instansi yang memiliki kaitan dengan proyek pembangunan bendungan ini. Warga diminta untuk tetap siaga memperkuat posisi di lapangan karena pada minggu kedua bulan Januari ini akan dilakukan pengukuran tanah di Wadas.
“Bila masih tidak ada respon dan minggu kedua bulan Januari sudah dilakukan pengukuran, maka sebisa mungkin kita pertahankan apa yang menjadi hak kita di lapangan,” tambahnya
Sejumlah massa aksi memasang baliho tuntutan di depan kantor BBWS SO, Yogyakarta, Kamis (06/01). Philosofisonline.id. |
Pernyataan senada tentang proyek negara yang merugikan rakyat juga diutarakan Damar dari Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Yogyakarta. Ia sangat menyayangkan sikap acuh tak acuh yang ditunjukkan salah satu instansi negara terhadap keluhan rakyat sekarang ini. Ia mengatakan, BBWS SO yang merupakan instansi pemerintahan tidak melakukan kerjanya dengan benar. Dalam hal ini negara tidak menanggapi serius protes rakyat dan juga tidak mampu membuka ruang dialog bagi pandangan rakyat. Hal ini bisa dilihat dari penyiagaan aparat kepolisian di depan BBWS SO.
Damar menyoroti banyaknya pelanggaram hukum oleh negara yang terjadi selama ini. Sistem hukum perlu diperbaiki agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang seringkali menyasar kalangan bawah.
“Mereka mengakui suatu sistem dalam membangun negara dengan investasi besar, yang didesain oleh penguasa. Mereka akan terus menggilas rakyat. Maka semakin hari negara kita akan semakin fasis, undang-undang negara akan semakin fasis dan tindakan aparat pun juga fasis. Ini akan menyebabkan suara kita semakin dikekang,” pungkasnya dalam wawancara dengan wartawan Philosofis.
Yoga Hanindya
Reporter: Yoga Hanindya, Zhafran Naufal Hilmy, Dewa Saputra, Kedrik Azman, dan Rachmad Ganta S
Editor: Farras Pradana