Pernyataan sikap pasca-aksi diam di depan Kampus Pusat UNY , Selasa (7/8) |
Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (BEM KM UNY) menggelar Aksi Diam di depan Kampus Pusat UNY pada Selasa (7/9). Aksi yang dimulai sejak pukul 14.00 dan selesai pada pukul 16.30 ini, merupakan upaya reflektif untuk menyegarkan ingatan publik pada kelamnya pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia.
Terlihat
para peserta aksi mengenakan pakaian serba hitam, memakai masker seraya menenteng setangkai mawar. Massa tampak membisu, tanpa ditemani orasi dan jargon
yang biasa didengungkan. Kampanye diam tersebut menjadi rangkaian kegiatan dari
peringatan September Hitam. Pada bagian akhir, acara ini ditutup dengan
pernyataan sikap oleh Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa, Mutawakkil Hidayatullah.
Meski
sebagian besar dihadiri oleh kaum adam,
namun beberapa perempuan juga turut meramaikan agenda ini sampai akhir. Salah
satunya adalah Ari Kartika yang acap disapa Tika. Mahasiswi Jurusan Manajemen ini memiliki alasan tersendiri untuk ikut ambil bagian. Partisipasinya
dalam kegiatan ini merupakan bentuk keprihatinannya kepada para
perempuan yang dirampas hak-haknya.
“Esensi
Aksi Diam ini bagiku adalah sebagai refleksi terhadap pelanggaran-pelanggaran
HAM yang (pernah) terjadi. Tidak hanya (pelanggaran HAM) kepada kaum pria saja,
tetapi banyak juga wanita yang mengalami perampasan HAM,” ucap Tika.
Lebih
jauh, Staff Kementerian Aksi dan Propaganda BEM UNY ini juga memaknai momentum
September Hitam sebagai bahan
pembelajaran, terutama belajar keberanian dari peristiwa kelam
masa lalu.
“Butuh
effort yang lebih besar agar kita (berani) speak up. Sehingga, dengan adanya aksi ini aku bisa mengenang
keberanian mereka mengemukakan pendapatnya, meski nyawa menjadi ancaman,” imbuhnya.
Sebelum mengakhiri wawancara Tika berpesan kepada para perempuan, bahwa sejatinya kaum hawa memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki. Sehingga, bukan hanya laki-laki saja yang pantas mengungkapkan pendapatnya, namun perempuan juga memiliki hak yang sama.
“Semoga kedepannya, perempuan-perempuan lebih berani untuk mengemukakan pendapatnya tanpa perlu merasa takut akan ancaman yang akan terjadi,” Pungkas Tika, menutup wawancara.
Fara Alfriesta Putri
Reporter: Muhammad Bagas, Salma Nafia, Fara Alfriesta Putri, dan Natasya Oktavia
Editor: Arina Maqshurotin Filkhiyam