Jalannya persidangan tanpa pihak penggugat setelah menyatakan walk out, Kamis(19/8) |
Persidangan terakhir, Gugatan Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) terhadap Ganjar Pranowo, berakhir dengan walk out dari pihak penggugat. Hal ini, ditengarai karna pihak pelapor tidak diberikan ruang untuk bertanya dalam persidangan, bertempat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, Kamis (19/8).
Tak ayalnya
persidangan yang dimulai pukul 9:00 WIB ini, berakhir demikian cepat. Kala itu
Rektor Universitas Negeri Diponegoro, Yos Johan Utama, menjadi saksi ahli dari
pihak terlapor. Namun, kuasa hukum Gempadewa tidak terima dengan pencatutan
Rektor Undip sebagai saksi ahli. Hal ini, mengingat Yos Johan hadir dengan
surat yang berasal dari bawahannya.
Sempat mengajukan protes kepada Hakim, pihak pelapor justru
tidak diperbolehkan bertanya selama persidangan berlangsung. Tak terima dengan
keputusan Hakim, pihak pendamping hukum Gempadewa menyatakan walk out
dari persidangan. Bukan hanya itu, pihak kuasa hukum Gempadewa juga sangsi
terhadap kehadiran saksi ahli, yang dianggap tidak selesai dengan persoalan
administrasi.
Kuasa hukum Gempadewa menuturkan kepada media, mereka
amat menaruh curiga kepada Johan yang baginya tidak tampil sebagai seorang
akademisi dengan pertanggungjawaban keilmuannya. “Kami meragukan dan tidak
percaya pada objektivitas keilmuannya. Ia sudah berpihak. Maka dari itu, kami
menyatakan walk out.” Pihak pelapor pun melajutkan, “Seharusnya surat
tugas yang dibawa saksi ahli, dihadirkan dari atasannya, baik dari menteri
terkait ataupun Dirjen Kemendikbud.”
Koalisi Advokat untuk Keadilan Gempadewa menyampaikan pers rilis di PTUN, Kamis (19/8) |
Selain
itu, kuasa hukum Gempadewa tak hanya mempertanyakan kredibilitas keilmuan Guru
Besar Undip ini. Namun, mereka juga mempertanyakan moral seorang Yos karena
dianggap tidak konsisten. Pihak Gempadewa melanjutkan, “Kami masih
keberatan (karena-red) tidak boleh bertanya di sidang. Daripada tidak boleh
bertanya, mending kita keluar. Yang penting keberatan kita dicatatkan di
pengadilan”.
Lebih jauh, pihak Gempadewa menganggap apa yang
terjadi di ruang sidang sebagai sebagai pertanda, matinya keilmuan menuju
kematian. “Kami menanyakan hukum progresif, Undip kan sebagai pilar
hukum progresif di negeri ini.” Jelasnya di tengah-tengah konferensi
pers. Menurut Gempadewa, sikap Rektor justru menjauhkan Undip sebagai nahkoda
pilar hukum progresif di negeri ini. Apa
yang dilakukan Yos, justru menunjukan kontradiksi dari arti dan esensi
hukum progresif yang selama ini tersemat di Undip.
Rifki Naufal, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Hukum Undip 2020/2021, menyampaikan keresahannya terhadap sikap Rektornya. “Hukum
Acara Peradilan Tata Usaha Negara memanglah harus objektif sesuai dengan rumpun
ilmu, fakta hukum, dan kenyataan-kenyataan di lapangan” jelasnya usai
sidang. Hal ini ia singgung, mengingat sikap Rektornya yang dianggap tidak
mengedepankan objektivitas.
Selanjutnya, mahasiswa Undip akan mencoba meningkatkan
eskalasi massa hingga fakta di lapangan terungkap di persidangan. Hal ini akan
dilakukan dengan membumikan isu penggusuran Wadas di internal kampus. Sehingga,
mahasiswa lain yang belum bisa hadir, dapat mengetahui apa yang sebenarnya
terjadi. Mereka juga berharap, putusan persidangan akan dimenangkan oleh warga
Wadas.