Ilustrasi: Farras Pradana |
“Tring…tring…tring….”
Dengan cepat tangannya meraih hp yang ada di meja, mematikan alarm dan kembali fokus pada laptopnya. Tampak di layar laptop bahan presentasi yang sudah dia siapkan. Dia memeriksa ulang berbagai hal, takut ada sesuatu yang terlewat. Dia tersenyum, merasa semuanya sudah siap. Tangannya kembali meraih hp dan memeriksa beberapa pesan, temannya mengirim sebuah link, kemudian dia langsung mengetik ulang link tersebut di laptop dan bersiap mengikuti perkuliahan.
Semenjak menjadi mahasiswa, dia belum pernah sekalipun menginjakkan kaki di kampusnya, dia mengetahui tentang kampusnya hanya melalui internet. Setahun terakhir dia telah menjalani perkuliahan secara daring akibat adanya pandemi yang sudah berlalu hampir setahun. Namun, dengan adanya banyak gangguan dia tetap berusaha untuk menikmati dan menjalaninya meskipun terkadang terasa membosankan.
Dia melihat jam, sekitar sepuluh menit lagi kuliah akan dimulai. Hari ini kelompoknya presentasi dan dengan penuh rasa percaya diri dia merasa yakin presentasinya akan berjalan lancar. Lima menit berlalu dia kembali mengecek beberapa hal, memastikan semuanya benar-benar siap, termasuk menghubungi teman-teman onlinenya.
Namun beberapa menit setelah dia memasuki room, tiba-tiba saja jaringan internetnya terputus, padahal beberapa menit yang lalu jaringan internetnya masih baik. Dia tidak memperkirakan hal tersebut karena cuaca hari ini sangat cerah. Dia berusaha untuk tidak panik dan langsung mengganti kartu hp yang dia gunakan. Mungkin kartunya rusak, pikirnya. Tetapi tidak ada hasil, kartu yang dia punya berjenis sama sehingga jaringan internetnya sama-sama terputus.
Dia menarik napas panjang, perasaanya mulai gelisah karena perkuliahan sudah hampir dimulai. Kemudian dia mencoba mematikan handphonenya dan melakukannya secara berulang sembari berharap itu hanya gangguan sebentar. Namun hal tersebut tidak berhasil, jaringan internetnya masih terputus. Dengan perasaan panik dia kembali memeriksa jam, perkuliahan sudah berlalu lima menit. Bagaimana dengan presentasinya? Dia akan benar-benar tertinggal.
Tanpa berpikir ulang tangannya dengan cepat meraih hp, mengambil laptop dan beranjak dari tempat duduk.
“Ah.” Dia kembali terduduk, keram perutnya kambuh. Ini hari pertamanya haid, itu benar-benar terasa sakit, tetapi presentasinya lebih penting sekarang. Dengan lemas dia berusaha berdiri dan segera keluar dari rumah. Hanya ada satu tempat yang terpikir olehnya, tempat biasa dia mencari sinyal, yaitu rumah salah satu tetangganya.
Sesampainya di tujuan, dia langsung meminta izin pada seseorang.
“Bibi, maaf saya mau ikut nyari sinyal,” ucapnya.
“Oh iya, mangga,” jawab seorang pemilik rumah, “Eh di sana panas Neng, sini masuk ke dalam,” ajak pemilik rumah.
“Makasih, Bi, di sini saja tidak papa,” dia menjawab terburu-buru sambil menyimpan laptopnya di teras rumah.
Dia mencoba menghubungi teman-temannya, berusaha untuk menjelaskan kondisinya sekarang, tetapi tidak ada jaringan internet sedikit pun sehingga pesan-pesannya tidak terkirim.
Dia berusaha mencari sinyal sambil berjalan menjauhi teras rumah, laptopnya dia tinggalkan karena terlalu berat untuk di bawa. Sampai di dekat kebun milik tetanggnya, jaringan internetnya mulai kembali meskipun masih sangat buruk. Namun itu cukup untuk membuat beberapa pesan masuk serta dia juga bisa mengirimkan beberapa pesan kepada teman-temannya. Tak lama kemudian salah seorang temannya menyuruhnya untuk segera masuk karena sebentar lagi gilirannya untuk presentasi. Dan sekarang dia benar-benar panik, bingung harus berbuat apa karena dia tidak bisa masuk ke dalam room.
Namun dia belum menyerah dan berusaha kembali untuk masuk ke room. Sayangnya jaringan internetnya kembali terputus. Dadanya tiba-tiba terasa sesak karena dia menahan tangis sedari awal, dia merasa putus asa dengan apa yang sedang terjadi. Mengapa harus terjadi gangguan sekarang, sangat menyebalkan, pikirnya. Ada beberapa pesan masuk lagi yang memberitahukan bahwa teman-temannya menunggunya, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, jaringan internetnya benar-benar buruk.
Akhirnya dia meminta salah seorang temannya menggantikannya. Kemudian tangannya kembali mengetik sesuatu, dia akan menghubungi dosen dan menjelaskan kondisinya yang tidak bisa mengikuti presentasi. Awalnya dia ragu, tetapi tidak ada yang bisa dia lakukan lagi selain memohon maaf karena tidak bisa ikut perkuliahan.
Di saat tangannya sibuk mengetik tiba-tiba seseorang memanggilnya.
“Lagi ngapain, Teh di sana?” tanya seseorang.
“Lagi nyari sinyal bah,” jawabnya dengan kaget.
Laki-laki itu pun menghampirinya, membuatnya tidak nyaman. Dia tidak membalikkan badannya sama sekali, takut laki-laki itu tahu kalau dia hampir saja menangis.
“Untuk apa memangnya? Kuliah?” tanya laki-laki itu lagi, “Di teras rumah si bibi sana, di sini panas,” ucap laki-laki itu kemudian.
“Iya bah, nanti teteh pindah ke sana.” Jawabnya sembari mengetik pesan di hp.
Laki-laki itu pun tidak bertanya lagi dan kemudian pergi meninggalkannya.
Di tengah perasaan gelisahnya, dia tetap mencoba untuk membantu menjawab beberapa pertanyaan yang dikirimkan teman-temannya melalui chat, tetapi itu tidak begitu membantu. Jawaban-jawaban yang dia buat telat terkirim sehingga pertanyaan-pertanyaannya sudah lebih dahulu terjawab oleh orang lain.
Kini dia benar-benar pasrah, tidak peduli lagi dengan presentasi apalagi nilai. Dia terduduk di teras rumah sembari memegang perutnya yang sakit. Dia sekarang benar-benar menangis, dadanya sudah terlalu sesak. Menyebalkan, pikirnya. Beberapa saat kemudian teman-temannya mengabari kalau presentasi sudah selesai, dia tidak terlalu peduli. Waktu berlalu, dia beranjak pergi dari rumah tetangganya untuk pulang. Presentasi yang dia siapkan dengan baik justru berakhir dengan sangat buruk, dia terus-terusan mengumpat di dalam hati, menyalahkan sinyal yang sudah membuatnya tidak bisa mengikuti kuliah.
Sesampainya di rumah dia segera menyimpan laptop, membanting hp dan menghempaskan tubuhnya ke atas kasur. Untuk beberapa saat dia menikmatinya dan kemudian kembali menangis. Banyak pesan yang masuk ke dalam hpnya, tetapi dia tidak peduli, terlalu lelah untuk kembali meraih hp yang jauh dari jangkauannya, pikirnya. Setelah lama menangis, dia merasa lelah dan mengantuk, akhirnya dia pun terlelap tidur. Dia berharap semua yang terjadi hari ini hanya mimpi.
Rindi Aliatissolihah
Editor: Rohmawati dan Akmal Firmansyah