Mbah Sutopo dengan Becak Pustaka-nya, Yogyakarta, Jumat (05/02). Philosofisonline.id/Irfan Arfianto. |
Tampilan nyentrik Becak Pustaka yang mangkal di seberang Kantor Pusat Bank Pemerintah Daerah (BPD) DIY pada Jumat, 5 Februari 2021 tentu menarik perhatian pengguna jalan lainnya yang sedang melintasi Jalan Tentara Pelajar, Jetis, Kota Yogyakarta. Dipenuhi dengan lukisan mural serta tulisan yang menghiasi seluruh bodi membuat becak tersebut tampil beda dari becak pada umumnya. Becak Pustaka tidak hanya terkenal sebagai alat transportasi tradisional, tetapi juga sebagai perpustakaan bagi para penumpang maupun masyarakat yang haus akan buku bacaan.
Pemilik becak tersebut bernama Fransiskus Xaverius Sutopo atau kerap dipanggil Mbah Topo. Ia merupakan pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja di TNI Angkatan Darat Kodim 0734 Yogyakarta. Pria berusia 73 tahun tersebut mulai aktif mengayuh becak pada tahun 2004 atau tepatnya setahun setelah pensiun. Mbah Topo mulai menapaki karir barunya sebagai tukang becak agar terus aktif berkegiatan fisik. Selain itu, profesi tukang becak juga dapat menghasilkan uang dan menambah teman.
Becak Pustaka baru didirikan pada tahun 2017 berawal dari kebiasaan membaca Mbah Topo saat menunggu penumpang. Kebiasaan tersebut dilihat oleh penumpangnya sehingga tergerak untuk menyumbangkan buku kepadanya. Sejak saat itu Mbah Topo mulai berinisiatif untuk membuat rak buku di becak miliknya untuk menghargai penyumbang buku tersebut. Sehingga tidak hanya Mbah Topo yang dapat menikmati buku bacaan tersebut, tetapi juga para penumpangnya. Seiring berjalannya waktu, berbagai pihak, mulai dari penerbit, pedagang buku dan masyarakat umum mulai tergerak untuk menyumbangkankoleksi literatur becak Mbah Topo semakin banyak. "Saat ini ada 100 buku di becak dan 200 buku di rumah," ujar Mbah Topo.
Media dan Bentuk Keprihatinan Mbah Topo
Keunikan becak Mbah Topo membuat banyak wartawan dari media besar meliputnya. Berita- berita tersebut tersebar di media cetak, media online, maupun media sosial, sehingga Becak Pustaka terkenal ke seluruh penjuru Indonesia. Ia mengaku pernah didatangi oleh dua orang dari Amerika Serikat karena ketenaran Becak Pustaka telah mendunia melalui media sosial. Berkat Becak Pustaka, Mbah Topo diundang menjadi bintang tamu di berbagai acara televisi. Demikianlah ia mendapat banyak penghargaan karena telah membantu meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia dan ikut menyukseskan program penyelenggaraan Gerakan Indonesia Membaca (GIM).
Mbah Topo prihatin saat ini banyak masyarakat, terutama anak kecil dan remaja, yang senang menghabiskan waktunya hanya untuk bermain gawai. Padahal penting sekali membiasakan diri untuk membaca buku karena dapat membuka wawasan menjadi lebih luas dan menambah pengetahuan.
Pria asli Jogja ini merasa miris melihat anak kecil yang kecanduan internet padahal baginya hal ini sangat berbahaya bagi pertumbuhan bocah yang masih belia. Lebih jauh, menurut Mbah Topo kebiasaan membaca sudah seharusnya dibudayakan sejak kecil karena “Buku itu guru yang paling sabar,” lanjutnya.
Mbah Topo melalui Becak Pustaka menyadarkan masyarakat akan pentingnya membaca. Sutopo juga senang mengajak teman sesama tukang becak dan masyarakat sekitar untuk membaca. Mbah Topo memberi kebebasan kepada para peminjam terkait jumlah dan waktu peminjaman buku. Selain itu, peminjam tidak dipungut biaya apapun untuk meminjam buku di perpustakaan kecil miliknya.
Ia mencoba mendidik masyarakat untuk berperilaku jujur dan bertanggung jawab melalui keluwesan yang diberikan kepada peminjam buku. Sayangnya, ada oknum tak bertanggung jawab, yang dengan atau tanpa sengaja lupa mengembalikan buku yang dipinjamnya, tetapi Mbah Topo sudah ikhlas karena menurutnya buku yang ia miliki merupakan titipan Tuhan. “Saya hanya dititipkan Tuhan untuk menyebarkan kebaikan melalui buku-buku ini,” tuturnya.
Berbagai kalangan mulai dari anak kecil, mahasiswa, pedagang pasar, bahkan pemulung berlangganan meminjam buku di Becak Pustaka milik Mbah Topo. Kebahagiaan tersendiri bagi Mbah Topo kala masyarakat turut membaca.
Aktif dalam Komunitas Perpustakaan Bergerak
Mbah Topo merupakan anggota aktif komunitas perpustakaan bergerak. Menurut penjelasannya, Becak Pustaka telah tersebar di seluruh nusantara sebagai bentuk kepedulian masyarakat untuk meningkatkan minat baca yang rendah. Tidak hanya dalam bentuk becak, perpustakaan bergerak juga muncul dalam bentuk lain, seperti gerobak yang disulap menjadi perpustakaan mini dan motor yang membawa keranjang belanja berisi buku, serta masih banyak lagi.
Mbah Topo sebenarnya melihat minat baca masyarakat cukup tinggi, tetapi tidak diimbangi dengan fasilitas yang disediakan yang terbatas. Selain itu, keterbatasan biaya dan waktu juga menjadi kendala bagi masyarakat kelas bawah untuk mengakses bacaan yang berkualitas, sehingga hal tersebut membuat masyarakat menjadi malasuntuk membaca. Mbah Topo berkeyakinan bahwa kesadaran masyarakat akan pentingnya membaca dapat terus meningkat seiring dengan peningkatan fasilitas penunjang untuk membaca sehingga budaya membaca dalam masyarakat dapat terbentuk dengan sendirinya.
Sepi Penumpang Saat Pandemi
Pandemi Covid-19 telah berdampak besar terhadap penghasilan yang diperoleh Mbah Topo. Sebetulnya, penghasilan Mbah Topo telah menurun sejak munculnya ojek online. Pandemi Covid-19 hanya makin memperburuk keadaan ekonominya. Kini, baik penumpang ataupun peminjam buku menjadi sangat sepi.
Tak jarang Mbah Topo pulang dengan tangan kosong karena tidak ada satupun orang yang naik becak miliknya. “Saya itu sering sehari tidak narik (mendapatkan penumpang),”cakapnya . Mbah Topo menerangkan dalam seminggu, penumpangnya dapat dihitung dengan jari karena saking sepinya. Warga yang meminjam buku juga ikutan sepi karena pandemi ini. “Hanya beberapa orang saja yang masih rutin pinjam dalam seminggu,” begitu katanya.
Becak Baru, Semangat Baru
Sebelum mengakhiri perjumpaan, Mbah Topo dengan senyum sumringah menunjukkan becak listrik yang diberikan oleh Yayasan Hafara Yogyakarta. Lembaga amal yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan tersebut memberikan becak listrik kepadanya sebagai bentuk apresiasi dan sumbangan, karena telah membantu berperan dalam meningkatkan minat baca masyarakat melalui becak pustaka. Selain itu, Mbah Topo juga menerangkan terdapat donatur dari Jakarta yang memberi dua becak listrik kepada Mbah Topo sebagai bentuk penghargaan atas jasanya dalam mengembangkan budaya literasi masyarakat.
Saat ini, becak tersebut sedang digarap oleh Tim FT UGM yang nantinya akan diberikan langsung kepada Mbah Topo pada bulan Maret dan April. Mbah Topo merasa sangat terbantu dengan adanya becak listrik karena beban yang ia angkut menjadi lebih ringan karena bobot buku yang ia bawa saja sudah setara satu penumpang dewasa. Keinginan memiliki becak listrik merupakan harapan yang telah ia impikan sejak lama. “Saya minta satu becak listrik diberi tiga oleh Tuhan,”. Tampak kebahagiaan begitu jelas terlihat dari wajahnya karena bersyukur atas pemberian tersebut. “Saya jadi makin semangat (narik becak)” katanya. Mbah Topo berpesan kepada seluruh masyarakat agar membiasakan diri untuk membaca karena membaca dapat membuka wawasan dan menambah ilmu pengetahuan. Terakhir, saat proses dokumentasi, Mbah Topo menunjukkan salam literasi dengan jari telunjuk dan jempol yang membentuk huruf L sambil berkata, “Salam literasi”.
Irfan Arfianto
Editor: Rachmad Ganta S dan Arina Maqshurotin F