Ilustrasi: Rachmad Ganta Semendawai |
Gaung Rindu
Ketika kurasa sepi, terlintas benak kekosongan pikiran
Aku terdiam membisu tuk menggaungkan sejuta rindu
Rinduku berpadu dengan tetesan panorama nan indah
Kau adalah bayangan jiwa yang terpancar di hatiku
Entahlah, aku suka mengisahkan kita berdua
Sembari meneteskan deretan tinta kenangan yang begitu romantik
Namun kian berlalu, hanya menjadi sebuah ilusi kenangan nan indah
Tuan, aku selalu merindukan kala kita bersama
Maka kugaungkan rinduku pada alam semesta
Penuh rasa serta harap atas apa yang kunanti
Tuhan, izinkan aku bertahta di hatinya
Kadang kala rona mataku tersayup mendengar
perintah-Nya
Rinduku semakin menggema, menggaungkan hati yang kini
menepi bak sunyinya angkasa
Biarlah kau pergi melayang bebas tanpa ikatan janji
Walau rinduku semakin bergema
Kuteteskan tinta
Kugoreskan pada secarik kertas putih
Kutuliskan namamu
Kurangkaikan untaian kata indah tentang kita berdua
Aku tersenyum akan itu
Semoga Tuhan menakdirkan senyum tanpa henti untuk kita
Kamar Kesepian
Izinkan malam hari ini aku tidur tenang
Bintang menerangiku, bulan menemaniku
Lantas diriku kesepian di malam yang penuh kesunyian
Di ruangan penuh kegelapan,
Hanya ada satu titik terang
Menembus jendela asaku
Lalu aku menangis
Kubisikkan rasaku pada tetesan udara di jendela
Adakah ruang hampa tersisa untukku?
Oh kamarku
Cermin berkata,
Jiwaku tak pernah kesepian
Hanyalah otak dan hati yang tak bisa menyatukan jiwa
Begitulah nasibku, maka tak apalah hari ini sepi
Di kewajaran malam yang sunyi, alunan mistik jelas
terasa
Izinkanlah aku bertahta malam ini
Tangisan alam berderu menyambar di jendela kamarku
Aku kesepian, aku ingin bersamamu
Namun dirimu menyudahi menemaniku
Jauh hari tanpa kabar
Biarlah angin semu memberi kabar
Biarlah tahtaku terisi goresan pena di kertas
Kucatat dengan tangisan dan lantunan berbagai irama
lagu
Aku menyendiri, mengheningkan suasana kala kesepian
merayap di ruangan ini
Aku tersenyum, hanya ada untukku, duhai kamarku bertahta di hatiku
Relungan Angin
Kudengar sayup angin membahana
Entah darimana, suara angin ini menerjang ke segala arah
Aku tak mengerti akan ronde peringatan ini
Terkadang berlari sana-sini entah kemana kau tuju
Baris-berbaris menyatu, tampak sebuah relungan nan
indah
Penuh elok gaya tariannya di setiap irama
Tersapu bersih di hamparan tanah yang dulunya dihujam
penuh debu dan pasir
Oh relungan angin tampak nyata di mata
Meski aku tak tahan akan butiran debu yang menyihir
bola mataku hingga pedih
Tetapi angin terus membahana hingga ujung waktu
Tak ada waktu berhenti walau sebatas itu
Relungan angin nan indah
Menggebu segala ruang yang kau lalui
Bagaikan angin melukis sirna yang menampakkan di muka
bumi
(Penulis merupakan mahasiswa Pendidikan Sejarah FIS-UNY 2020)
Editor: Rohmawati dan Akmal Firmansyah