"Stela" kucing betina yang sering berkeliaran di FIS UNY saat dijumpai, Yogyakarta, Senin (14/06). Philosofisonline.id/Farras Pradana. |
Namanya yang paling banyak dikenal adalah Stela. Namun, tidak hanya itu. Beberapa orang memanggilnya Fusi. Beberapa orang lagi menyebutnya Telon, dan banyak lagi nama yang disematkan untuknya. Bila namanya memang yang pertama, tidak ada yang tahu, apakah namanya dieja dengan satu huruf “L” atau dua. Tidak ada yang pernah melihat akta kelahirannya. Begitu pula, tidak ada yang tahu dari mana asal usul maupun orang tuanya.
Ia tiba-tiba saja hadir di tengah-tengah geliat aktivitas kampus. Di antara mahasiswa, dosen, pegawai, satpam, tukang kebun, penjual kantin, cleaning service, dan orang-orang yang lalu lalang. Beberapa orang menyadari kehadirannya dan memperhatikannya. Ada yang tahu, tapi abai saja. Ada juga yang tidak tahu sama sekali. Tentu ia bukan bayang tak berwajah laksana mitos-mitos horor. Ia mawujud dan menjadi bagian dari kehidupan kampus.
Waktu itu Senin, 14 Juni 2021. Langit telah berbuah gelap. Adzan Mahgrib berkumandang dari Masjid Mujahidin (Masmuja) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Suasana di sekitar Fakultas Ilmu Sosial (FIS) sunyi dan sepi. Tidak ada satu pun manusia yang berkeliaran kecuali wartawan Philosofis. Di parkiran bagian barat gedung dekanat, ada dua motor yang berdiri dengan anteng.
Lampu-lampu di langit-langit gedung dekanat menyala. Begitu pula dengan yang ada di gedung Laboratorium Ilmu Sosial atau yang lebih dikenal mahasiswa sebagai gedung ISDB, kependekan dari Islamic Development Bank. Sementara itu, yang agak baru adalah pemandangan di Taman Pancasila. Tempat yang biasanya digunakan untuk menyelenggarakan acara luar ruangan itu dipasangi lampu-lampu taman yang indah. Tampilan itu jauh meninggalkan kesan suram yang selama ini melekat pada taman yang dicap banyak nyamuk dan – sampai titik tertentu – berhantu. Sementara Taman Pancasila bersinar cerah, Pendopo Merah yang bisanya digunakan untuk berdiskusi mahasiswa masih gelap. Belum ada yang memencet saklar di salah satu tiangnya untuk menghidupkan lampu.
Di antara keremangan pencahayaan ruang publik sebelah selatan gedung dekanat, tubuh setinggi 40 sentimeter itu duduk berdiam diri. Warna tubuhnya yang hitam dan oranye bergaris-garis – vertikal pada tubuh dan horizontal pada kaki – itu membuatnya mudah berkamuflase dalam pekat malam. Ia tidak bergerak, seolah meniru tumbuhan di pot yang berdiri di sampingnya. Tatkala didekati dan disentuh oleh wartawan Philososfis, ia baru bereaksi dengan bangkit dari duduknya. Memperlihatkan keseluruhan ciri fisik yang melekat padanya. Panjang tubuhnya hampir dua kali tingginya. Ekornya pendek, hanya sekitar telunjuk orang dewasa. Ujung telinga kirinya terpotong membentuk huruf “V”.
Dengan ciri-cirinya yang demikian, sekarang menjadi mudah ditebak, ia – Stela adalah seekor kucing.
Kucing oranye yang dijumpai di FIS UNY, Yogyakarta, Senin (14/06). Philosofisonline.id/Farras Pradana. |
**
Satu jam sebelum menjumpai Stela, kucing pertama yang dijumpai wartawan Philososfis adalah seekor kucing berwarna oranye terang. Ukuran tubuhnya sepantaran dengan Stela. Hanya saja ekornya lebih panjang, sekitar satu jengkal orang dewasa. Ia berada di antara empat bak sampah besar dan satu bak sampah kecil yang berdiri di sebelah utara Pendopo Merah. Ketika pertama kali dilihat, ia tengah mengais isi bak sampah kecil. Kerjanya terhenti saat sadar ada orang di dekatnya. Ia kemudian turun dari bak sampah kecil itu dan bersembunyi di antara ruang yang diciptakan bak sampah besar.
Selain kucing berwarna oranye itu, berjarak seperlemparan batu dari FIS, yakni di Fakultas Ekonomi (FE), wartawan Philosofis menjumpai dua ekor anak kucing. Keduanya memiliki ciri fisik yang serupa: panjangnya tidak lebih dari 20 sentimeter, tingginya kira-kira setengah panjang tubuhnya, bulunya terdiri atas warna hitam dan putih yang tersusun seperti bercak. Saat dilihat pertama kali, keduanya sedang mengorek-orek tanah. Namun, sama seperti kucing berwarna oranye di FIS, tatkala didekati keduanya menjauh.
Dalam waktu satu jam – dari sore sampai malam, wartawan Philosofis total hanya mendapati empat kucing dari jalan-jalan di FIS dan FE. Khusus di FIS, jumlah itu lebih sedikit dari perkiraan Ajat Sudrajat.
“Kira-kira ada lima kucing,” tulis dosen Prodi Ilmu Sejarah yang juga seorang pencinta kucing, ketika dihubungi via Whatsapp pada 1 Juni 2021.
Ajat Sudrajat, dosen Prodi Ilmu Sejarah memberi makan "Stela" (Foto: Dok. Pribadi Ajat Sudrajat). |
Sementara itu, salah satu pengelola akun Instagram @kucingnya.uny, Ratna Mutiara menyebut, tahun 2020, kurang lebih ada 40 kucing yang berumah di kampus pusat UNY. Sedangkan untuk penyebarannya, pertanggal 18 Oktober 2020, kurang lebih ada sembilan titik lokasi. Setelah diperbaharui kembali, kata mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika itu via Whatsapp pada 1 Juni 2021, titik lokasi penyebarannya bertambah empat menjadi 13.
Bertumbuhnya jumlah titik lokasi penyebaran kucing ini bisa dilihat lebih jauh ke belakang. Hal ini diungkapkan Kurnia Nur Lailah yang tergabung dalam Whatsapp Group (WAG) Peduli Kucing UNYu. Dari pengalamannya strayfreeding (memberi makan dan minum kucing) pada Februari 2020, mahasiswa Pendidikan Geografi itu menyebut ada 20 ekor kucing dan sembilan titik lokasi di kampus pusat UNY yang menjadi kediaman para kucing.
“Kalau nggak salah, terakhir, ketika aku ikut strayfreeding itu, di FIS ada dua, FE ada dua, FMIPA (Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam – red) ada dua, Lab. FMIPA ada satu, FBS (Fakultas Bahasan dan Seni – red) ada tiga, parkiran Digilib (Digital library – red) ada tiga (anakan dua), SC (Student Cener – red) ada dua, Masmuja ada dua, FIK (Fakultas Ilmu Keolahragaan – red) ada tiga,” tulisnya via Whatsapp pada 10 Juni 2021.
Hanya di Fakultas Teknik (FT), berdasarkan keterangan Ratna dan Kurnia, sejak pertengahan pandemi tahun 2020 sudah tidak terlihat ada kucing.
Poster open donasi untuk sterilisasi "Stela" oleh Himpunan Mahasiswa Administrasi Publik (HMAP) pada 2019 (Foto: Dok. Pribadi Stefani Pratiwi P). |
**
Botol bening dengan tinggi sekitar seukuran buku dan berdiameter dua ruas buku jari itu selalu ada di dalam tas gendongnya. Isi botol itu adalah Whiskas kering. Sebuah makanan yang diperuntukan untuk kucing. Setiap kali di kampus bertemu dengan kucing, dosen berusia 59 tahun itu akan berhenti dan mengeluarkan botol dari dalam tasnya. Lalu mempersilahkan kucing yang ada untuk menggilas makanan berbentuk seperti biji-bijian berwarna cokelat terang.
Kebiasaannya membawa botol berisi makanan kucing itu ia mulai pada akhir 2019, sesudah menanggalkan jabatan sebagai Dekan FIS. Sebelumnya, saat masih menyandang posisi sebagai pemimpin tertinggi fakultas, Ajat Sudrajat selalu menyiapkan makanan untuk kucing di front office lobi dekanat, dan makanan untuk burung dara di pos jaga parkir.
Alasannya melakukan itu, “Karena mereka kan membutuhkan makan seperti kita.”
Bila Ajat Sudrajat memberikan makanan sebagai suplai kebutuhan kucing untuk bertahan hidup, hal yang berbeda dilakukan oleh Himpunan Mahasiswa Administrasi Publik (HMAP) angkatan 2019. Ketika itu, Tito Satria Pinandito yang menjabat sebagai ketua dan teman-temannya di HMAP prihatin dengan Stela. Kata mahasiwa berusia 22 tahun itu ketika dihubungi wartawan Philososfis pada Selasa, 15 Juni 2021, Stela itu sering sekali hamil dan melahirkan, akhirnya teman-teman punya inisiasi buat disterilisasi (kebiri).
Hal itu diafirmasi oleh teman seorganisasi Tito, Stefani Pratiwi Pramana. Mahasiswi berusia 21 tahun itu berujar, ia dan teman sejurusannya yang bernama Yesi prihatin terhadap Stela yang setiap ganti semester beranak. Atas kondisi itu, ia dan Yesi berinisiatif membuat donasi yang ditunjukkan untuk sterilisasi Stela.
“Jadi bikin poster fotonya Stela, terus diprint, tempelin di kardus, terus dipasang di depan sekretariat HMAP. Waktu itu juga, aku sama teman-teman posting di Instagram biar banyak yang donasi. Sama minta tolong akun Instagram @kucingnya.uny buat posting. Akhrinya, malah dari admin Instagramnya itu yang jadi foster (merawat sementara – red) Stela dan nganterin dia ke dokter hawan,” tulisnya via WA pada Selasa, 15 Juni 2021.
Donasi yang dilakukan HMAP itu mulai dibuka pada 27 November 2019. Uang hasil penggalangan donasi kemudian diserahkan kepada Ratna, yang juga pendiri dari WAG Peduli Kucing UNYu.
Pada 16 September 2020, Stela berhasil menjalani steriliasai dan mendapatkan tanda berupa ujung telinga kiri yang dipotong "V". Generasinya yang terakhir, yang lahir pada Juli 2020 terdiri dari dua jantan dan satu betina. Ketiganya lahir di rumah Ratna. Dua yang jantan Ratna adopsi sendiri, sementara seekor yang betina diadopsi temannya.
Kepedulian Ratna terhadap kucing memang besar. Bersama temannya, Annisa Ichak, ia merintis akun Instagram @kucingnya.uny pada 2018. Sedangkan rencana membuat komunitas pecinta kucing baru dimulai pada Mei 2020. Alasan mengapa membuat komunitas adalah, karena ia ingin menjadikan kampus sebagai tempat yang ramah kucing dengan cara mengadakan program-program yang bermanfaat.
Komunitas akhirnya dibentuk saat pandemi tengah berjalan. Ceritanya, berdasarkan penuturan Ratna, bermula dari keinginan untuk secara rutin, strayfeeding kucing-kucing UNY. Sebab, selama pandemi tidak ada mahasiswa yang ke kampus, kantin juga ditutup yang membuat tidak ada sisa-siswa makanan untuk kucing. Akhirnya, buka donasi dan banyak yang merespon.
“Bikin postingan, ‘Ada yang mau kut strayfeeding bareng tidak? Kalau ada, bisa masuk ke WAG dulu untuk janjian.’ Dari situ, banyak teman-teman mahasiswa dan beberapa alumni yang bergabung. Ketemu di kampus di hari, waktu, dan tempat yang sudah ditentukan. Kemduian lanjut strayfeeding bareng,” ujar Ratna, mengisahkan terbentuk sekaligus kegiatan awal komunitas pecinta kucing.
Kegiatan strayfeeding bersama itu dilangsungkan pada 29 Juni 2020 dengan dihadiri enam orang. Dalam kegiatan memberi makan dan minum kucing itu sudah ada titik-titik lokasi di kampus yang ditentukan. Pakan diletakan sesuai jumlah kucing yang sebelumnya sudah dipetakan.
Setelah kegiatan pertama itu, mereka melakukan aktivitas lanjutan seperti strayfeeding rutin, sterilisasi, perawatan kucing yang sakit, menjalankan buka donasi, koordinasi dengan pihak kampus, kopi darat (kopdar) dengan pecinta kucing Universitas Gajah Mada (UGM).
Kini, setelah berjalannya waktu selama setahun, WAG Peduli Kucing UNYu yang dimulai oleh Ratna dan Ichak itu sudah berisi 41 anggota. Salah seorang di antaranya adalah Kurnia Nur Lilah. Alasannya begabung adalah untuk mengetahui program komunitas itu lebih lanjut.
Namun, lebih dari pada itu, “Saya ingin mengenali kucing yang ada di UNY dan mengajak teman lainnya untuk ikut peduli.”
Farras Pradana
Reporter: Farras Pradana, Rientania Nurhanida S, dan Yoga Hanindyatama
Editor: Afkari Zulaiha R