Ilustrasi: Tinta Mutiara Nissa |
Catatan Harian Burung-Burung
Pandir memeluk hadir
Pada
kabar burung yang melintas tanpa tahu siapa pemiliknya
Membelokan
arus sungai dalam gemetar
Dan
teralih
Bangkit
sejenak dari riuh isi kepala
Memaknai
matahari yang melambai ke kanan dan ke kiri
Terulang
menelanjangi tahun
Menenun
kata yang tak juga bersua
Atau
sekadar memberi alamat pada karsa yang lama jeda
Namun
yang kali ini hanya sebuah catatan harian,
Burung-burung
yang mengetuk pintu
Dan
membawa peringatan
Purwokerto, di penghujung 2020
Selepas
Pentas
Selepas
pentas
Bersama
iringan dawai memaki memelas
Mulut-mulut
yang memekik telinga
Mencairkan
sepasang sorot mata
Dan
jari-jari yang sepakat melambai akhirnya
Laju
langkah sepatu tua dibawa mengelana
Menenangkan
yang di sana; hati juga kepala
Merajut
waktu di hulu semakin kaku
Digenggamnya
resah gelisah yang entah milik siapa
Hingga
pada akhirnya kita harus mengangguk saling berlomba mementaskan akhir cerita
Jika
lupa nanti pernah memaki
Beritahu
pada langit luas itu
Ia
pernah mengirimiku hujan di jalan pulang
Selepas
pentas bersama alunanmu di ambang kesadaran
Sementara
aku menggali danau menampung kesabaran
Pun aku
takut,
Bukan
pada lantunan merdu amarahmu
Namun
pada jiwa yang mati beku
Dipekuburan
yang telah kau taburi tanpa sengaja
Dan
kuhirup semerbak wanginya nyata
Selepas
pentas
Sorak
nadi merayu meluaskan hati
Ada
gerimis baru yang bersaut minta dipayungi
Purwokerto,
Desember 2020
Pujangga Lupa Aksara
Wahai pujangga, jadikan aku pemeran utama
dalam tiap baitmu
Biarlah aku rebah dalam tiap amin yang kau
baca
Agar abadi meski kian tua lupa merasa
Hingga syair-syair itu ku sebut rumah
Tempat pulang setelah pelarian panjang
Namun seperti siang dan malam,
Tiba kala dada terlalu usang tak lagi ada
ruang
Kau seret jejakku yang sudah terlampau
jauh di jiwa
Sembari merajut dialektika agar buntu
betah di dalamnya
Padahal jam dinding tahu, aku memang lupa
cara bicara
Pun tak lagi piawai mengartikan semburat
wajah wajah tua
Atau sepasang burung yang bercinta di
dahan pohon mangga
Sedang kita hanya manusia biasa
Yang berkali-kali diketuk pintunya untuk
melahirkan kata
Meletakan duka siapa agar dilahap jua
Namun lantai keramik rumah ini makin
rompal
Mencipta lara mewakili semesta
Menyulam mesra dan memanen murka
Aku ingin mengajakmu pergi,
Sejenak lari dari bisingnya isi kepala
Kembali sebelum lupa aksara
Purwokerto, Oktober 2020
Tinta Mutiara Nissa
Editor: Farras Pradana