Hujan batu mewarnai gelaran aksi Gejayan Memanggil, dari Oknum yang tidak dikenal (14/8/2019) |
Aksi menuntut penggagalan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cika) atau Omnibus Law berlangsung pada hari Jumat (14/8/2020) di Yogyakarta. Massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) terpantau melakukan aksi dengan cara long march dari Bundaran UGM, pertigaan Jalan Gejayan-Colombo, dan berakhir di simpang tiga UIN Sunan Kalijaga.
“Tujuan dari
aksi ini adalah memberikan tekanan politik, sebagai tandingan dari survei yang
dikeluarkan pemerintah bahwa RUU Cipta Kerja, Omnibus Law itu disetujui dan diterima oleh kebanyakan
masyarakat Indonesia” papar Lusi, Humas ARB kepada wartawan, terkait tujuan
aksi tersebut.
“Kami ingin
menunjukkan bahwa ‘enggak!’. Statement itu terlalu menggeneralisir.
Karena masih ada dititik-titik api di berbagai daerah yang melakukan perlawanan
terhadap Omnibus Law,” tambahnya.
Ia menjelaskan,
aksi ini merupakan bentuk respons aliansi menyikapi langkah DPR yang tetap
melanjutkan pembahasan Omnibus Law. Padahal sebelumnya, menurut Lusi,
dewan telah bersepakat untuk tidak membahas rancangan “sapu jagat” tersebut di
masa reses.
“Mereka telah
menyalahi kesepakatan. Akhirnya perlu ada langkah urgensial ini untuk kembali
turun ke jalan, menjegal Omnibus Law sampai gagal.” Pungkasnya.
Berdasarkan
pantauan Philosofis, aksi yang diikuti oleh ribuan massa dari
berbagai elemen masyarakat itu, memulai barisan panjang mereka pada pukul 14.30
WIB dari Bundaran UGM. Massa sempat memadati pertigaan Gejayan-Colombo untuk
konferensi pers ke media, sebelum melanjutkan aksinya dan memusatkan massa di
simpang tiga UIN Sunan Kalijaga.
Diwarnai
Provokasi
Aksi yang
berjalan damai dengan panggung orasi, bernyanyi, hingga salat Magrib berjamaah
itu diwarnai provokasi dari beberapa orang yang tak dikenal. Melansir rilis
resmi yang dipublikasi pihak ARB, aksi provokasi terjadi sejak pukul 19.00 WIB
ketika terdapat lemparan batu ke dalam barisan massa aksi.
“19.03 – Massa
aksi diserang oleh sejumlah orang tak dikenal dari arah timur dengan lemparan
batu, tongkat kayu, dan sebilah parang,” tulis ARB, dikutip Sabtu (15/8/2020).
“Beberapa massa aksi menderita luka di kepala dan bagian badan lainnya.” Imbuh
ARB.
Jessica, salah
satu massa aksi yang kala itu mengisi acara dengan bernyanyi “Bento”,
mengisahkan bahwa ia melihat dari arah pos polisi barisan masa sudah lari
berhamburan.
“Aku bingung,
sudah ada yang dipukul, ada yang kena batu. Tiba-tiba aku didorong, terus teman
yang ngelindungi aku malah kena pukul, ada yang berdarah,” ujarnya,
mengisahkan kejadian kepada Philosofis.
Sementara
pasca-aksi, ARB mengutuk keras tindak represifitas aparat dalam aksi tersebut.
Selain itu, mereka juga menuntut pembebasan massa aksi yang menurut beberapa
laporan sedang ditahan di Jakarta, karena aksi serupa.
Selain tuntutan
menolak Omnibus Law, ARB juga menuntut pengesahan Rancang Undang-Undang
Pencegahan Kekerasan Seksual (RUU PKS); mencabut Undang-Undang Mineral dan Batubara, yang
baru saja disahkan; penghentian Dwifungsi TNI dan Polri; pendidikan tinggi yang
gratis; pembebasan Papua Barat, dan lain sebagainya.
Dissara
Reporter: Dissara, Nadiah Nur Aziza, Rachmad Ganta Semendawai
Editor: Ahmad Effendi