Beberapa Mahasiswa menghadiri Aksi Damai dan Penandatanganan Petisi Tolak Revisi UU KPK oleh Seluruh Mahasiswa UNY, Selasa (10/9) |
Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) memutuskan sikap lembaga terkait isu revisi UU KPK. Seperti yang telah diketahui, pada 5 September 2019 lalu DPR RI menyetujui draft revisi UU KPK. Hal ini pun menimbulkan pro dan kontra dari berbagai kalangan, salah satunya UNY. Melalui Staff Ahli Bidang I (Bidang Akademik UNY), Sulis Triyono, menjelaskan langkah yang diambil UNY terkait isu tersebut.
“Jika selama itu (revisi UU KPK)
bentuk pelemahan terhadap KPK, maka kami menolak. Namun, jika
memperkuat maka kami mendukung,” pungkasnya yang ditemui di
sela-sela Aksi Damai dan Penandatanganan Petisi Tolak Revisi UU KPK
oleh Seluruh Mahasiswa UNY.
Aksi yang digelar pada Selasa (10/9) di
Halaman Rektorat UNY tersebut, merupakan agenda hasil inisiasi dari
Lingkar Kajian Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (Link DeHAM) UNY.
Selain dari Link DeHAM, aksi ini juga dihadiri oleh aliansi mahasiswa
lain seperti Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum (Lab.
PknH), Himpunan Mahasiswa PknH, Ikatan Alumni Jurusan PknH, Himpunan
Mahasiswa Ilmu Sejarah, BEM FIS UNY, dan DPM UNY, serta beberapa
mahasiswa lain.
Lebih jauh, Sulis juga menambahkan
bahwa sejauh ini mereka belum menerima naskah akademik revisi UU KPK
tersebut. Ia mendapatkan informasi terkait melalui forum-forum,
seperti forum guru besar dan profesi. Pun demikian, ia tetap
menuturkan bahwa ada beberapa poin yang membuat naskah itu bersifat
melemahkan KPK dan harus ditolak.
Jajaran Birokrasi UNY, turut menghadiri dan mengapresisi aksi yang berakhir pada pukul: 11:30 WIB ini |
“Misal pegawai KPK akan diangkat sebagai PNS, dan jelas ini salah satu indikator pelemahan. Kemudian KPK wajib ijin manakala akan menyadap, itu bentuk pelemahan,” tuturnya.
Senada dengan Sulis, hal serupa
diafirmasi oleh Koordinator Umum aksi tersebut. Ahmad Sidiq Assad
yang ditemui pasca-acara dengan tegas juga menolak poin tersebut.
“Soal menyadap, ini adalah kewenangan
istimewa yang diberikan kepada KPK, dimana dalam draft revisi
UU KPK meyadap harus lewat ijin Dewan Kehormatan KPK, yang notabene
dibentuk oleh DPR. Maka, upaya DPR ini adalah mencoba menarik KPK
yang notebene adalah badan independen kepada badan legislatif,
eksekutif, maupun lainnya. Hal itu memungkinkan DPR untuk mengajukan
hak angket,” jelas pria yang akrab disapa Assad tersebut.
Mahasiswa semester akhir itu juga terus
menyuarakan bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa. Membiarkan
badan penegakan hukum –khususnya korupsi – untuk digembosi, sama
saja dengan kita melakukan pengkhianatan terhadap konstitusi.
“Konstitusi kita berbunyi: 'Berkat
Tuhan Yang Maha Esa', dan menurut Yamin, bahwa bangsa dan konstitusi
kita berlindung kepada Tuhan Yang Maha Esa. Maka, jika masa depan
bangsa diserahkan kepada koruptor dan kita hanya diam, sama saja
dengan kita mengkhianati konstitusi dan Tuhan itu sendiri.”
Tambahnya.
Aksi Lanjutan
Terkait aksi
lanjutan, Assad menjelaskan bahwa akan ada aksi berikutnya pada hari
Jum'at (13/9) yang bertepatan juga dengan Hari Olahraga Nasional.
Namun, secara teknis Assad masih terus menggodoknya dengan
pihak-pihak yang terkait. Ia menambahkan, bahwa aksi pada hari
Jum'at direncanakan turut melibatkan Rektor serta jajaran pimpinan
instansi di UNY.
Dari pihak
birokrasi sendiri mengatakan, bahwa mereka mendukung dan siap
memfasilitasi segala persiapan seperti ijin ke Kepolisian Daerah
(Polda) untuk pengamanan. Lebih lanjut, mereka menekankan bahwa
setiap aksi akan mendapatkan ijin dengan catatan aksi berlangsung
tertib.
“Jika itu mimbar
akademik, mereka memiliki hak dan kampus tak boleh melarangnya meski
di jalan. Asal itu tertib,” Tutup Sulis Triyono.
Ahmad Effendi
Reporter: Ahmad Effendi
Editor: Rachmad Ganta Semendawai